Gugat BPN dan Gubernur Jabar di PTUN, Warga Jl Ampera Kota Cirebon Minta Dicabut Pemblokiran Sertifikat

kacenews.id-CIREBON– Sejumlah warga Jalan Ampera, Kelurahan Pekiringan, Kota Cirebon, berjalan menyusuri Jalan Ampera, kemudian memutar ke Jalan Tentara Pelajar, Arya Kemuning, terakhir balik lagi ke Jalan Ampera. Sambil berjalan, mereka membawa spanduk bertuliskan “Jangan Rampas Tanah Kami yang Bersertifikat”. Aksi mereka mencuri perhatian warga sekitar yang melintas.
Aksi ini dilakukan jelang putusan gugatan di PTUN Bandung pada 10 September 2025. Dalam gugatan ini, warga menggugat BPN Kota Cirebon sebagai tergugat satu, dan Gubernur Jawa Barat sebagai tergugat kedua. Gugatan ini dilakukan sebab Pemprov Jabar mengklaim sebagai pemilik aset di Jalan Ampera, padahal warga sudah memiliki sertifikat sah yang dikeluarkan oleh BPN Kota Cirebon. Puncak dari persoalan ini adalah BPN Kota Cirebon melakukan pemblokiran terhadap sertifikat warga di Jalan Ampera.
Warga berharap sidang gugatan PTUN Bandung ini menghasilkan putusan yang berpihak kepada masyarakat, sebab warga Jalan Ampera sudah memberikan bukti-bukti kuat sebagai pemilik sah. Di sisi lain, Pemprov Jabar tidak mampu menghadirkan bukti atas klaim kepemilikan aset di Jalan Ampera tersebut.
“Harapannya BPN membuka blokir atas sertifikat tanah milik warga. Total 65 sertifikat warga yang telah diblokir oleh BPN,” ujar Asep Taryana, Ketua RW 02 Gunung Sari Dalam.
Sementara itu, Kuasa Hukum Warga, Tjandra Widyanta mengatakan, pihaknya sudah mengajukan kesimpulan atas gugatan di PTUN Bandung tersebut.
“Dan fakta di persidangan, Pemprov tidak bisa membuktikan haknya, seharusnya ketika mengakui itu harus dibuktikan. Ketika warga membuktikan haknya, gugat saja warga, bukan melakukan blokir seperti ini,” ujarnya.
Ia berharap putusan yang akan dibacakan pada 10 September mendatang bisa menggembirakan hasilnya bagi warga.
Sebelumnya diberitakan, warga Jalan Ampera, Kota Cirebon, melakukan gugatan ke PTUN Bandung, atas pemblokiran sertifikat yang dilakukan oleh BPN Kota Cirebon. Pemblokiran sertifikat dilakukan atas permintaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas klaim tanah di Jalan Ampera.
Pada Jumat (25/4/2025), hakim PTUN Bandung melakukan pemeriksaan setempat di Jalan Ampera. BPN Kota Cirebon selaku tergugat turut menyaksikan jalannya pemeriksaan setempat tersebut, termasuk sejumlah warga penggugat.
Diketahui, terdapat 108 warga Jalan Ampera yang memiliki 65 sertifikat yang melakukan gugatan kepada PTUN Bandung. Ke-65 sertifikat tersebut diblokir oleh BPN Kota Cirebon. Akibat pemblokiran ini, warga sama sekali tidak bisa melakukan hal apapun yang menjadi hak atas sertifikat tersebut, termasuk menjual tanahnya.
Pemblokiran sendiri telah terjadi sejak 2012 lalu, akan tetapi baru secara resmi diterbitkan pencatatan blokir di buku tanah pada tgl 13 Desember 2023. Dengan demikian, warga tidak dapat menikmati manfaat kepemilikan sertifikat yaitu mengalihkan (jual beli), mengagunkan, dan turun waris, sehingga sudah merasakan keresahan atas sertifikatnya selama 13 tahun lamanya.
Sengketa tanah di Jalan Ampera berawal pada tahun 1950-an, di mana pada saat itu banyak terdapat buruh pelabuhan yang menetap di kawasan tersebut.
“Pemprov Jabar pada 1950-an menganggap warga sebagai penyewa. Kemudian saat itu warga mengajukan pensertifikatan. Tahun 2012, muncul surat dari Sekda yg mengajukan permohonan blokir sertipikat kepada BPN Kota Cirebon sehingga sertifikat tidak bisa digunakan,” ujar salah satu warga, Ari sandi Irawan, beberapa waktu lalu.
Menurut Ari sandi, Pemprov Jabar menggunakan PP Nomor 14 Tahun 1958 tentang Kesejahteraan Buruh untuk diterapkan di Jalan Ampera.
“Seiring berjalannya waktu, usai kemerdekaan saat itu sudah ada rumah-rumah di kawasan Jalan Ampera. Kemudian, Pemprov minta sewa kepada warga. Warga minta pensertifikatan. Setelah itu ada survey yang menyatakan bahwa Jalan Ampera ini tidak terdaftar sebagai milik Pemprov Jabar, di perburuhan juga tidak ada. Maka, terbitlah sertifikat pada tahun 1993. Tapi, pada 1999 Pemprov Jabar mencatatkan Jalan Ampera ini sebagai aset,” ungkapnya.
Arisandi menegaskan, Pemprov Jabar sudah menerima uang pemasukan negara dari masyarakat yang saat itu memohonkan sertifikat.
“Pemprov Jabar itu sudah terima pemasukan negara dari masyarakat Jalan Ampera yang membuat permohonan sertifikat. Kemudian, pada 2012 tiba-tiba ada pemblokiran dari BPN atas permintaan Pemprov Jabar, sehingga masyarakat mau jual atau menjaminkan sertifikat itu tidak bisa. Pemprov sudah mendzolimi masyarakat selama bertahun-tahun!” tuturnya.(Fa)