Suara Mahasiswa, Cermin Nurani Rakyat
GELOMBANG demonstrasi mahasiswa dari 98 perguruan tinggi di Gedung Sate, Bandung, merupakan sebuah pengingat bahwa demokrasi tumbuh dinamis di negeri ini.
Dengan membawa 17 tuntutan rakyat, mahasiswa tidak hanya menyuarakan keresahan publik, tetapi juga menguji sejauh mana pemerintah dan lembaga negara mampu mendengar serta merespons suara konstituennya.
Aspirasi yang mereka bawa tidak semata-mata menyangkut isu nasional, tetapi juga menyentuh persoalan lokal seperti tata kelola kawasan Gunung Ciremai.
Hal ini menunjukkan kepedulian mahasiswa terhadap ruang hidup masyarakat di daerahnya, sekaligus menegaskan bahwa gerakan mahasiswa tidak pernah terlepas dari denyut nadi rakyat.
Namun, tuntutan yang dilayangkan bukanlah sekadar daftar panjang harapan. Di dalamnya ada desakan serius kepada Presiden, DPR, partai politik, Polri, hingga TNI agar mengembalikan marwah demokrasi dan supremasi hukum.
Transparansi anggaran, penghentian kekerasan aparat, serta penguatan institusi penegak HAM, merupakan pesan jelas bahwa publik menuntut perbaikan menyeluruh, bukan sekadar janji politik.
Pemerintah dan lembaga terkait tidak boleh memandang aksi mahasiswa ini sebagai ancaman. Sebaliknya, ia adalah momentum koreksi yang sehat dalam demokrasi.
Respons terbuka, dialog yang tulus, serta langkah nyata adalah kunci agar kepercayaan masyarakat tidak semakin terkikis.
Sejarah telah mencatat bahwa suara mahasiswa kerap menjadi penentu arah perubahan bangsa. Maka, mengabaikan 17 tuntutan rakyat yang kini digemakan di Gedung Sate sama saja dengan menutup mata dari realitas.
Sudah saatnya pemimpin negeri ini berhenti bersikap reaktif, lalu mulai bekerja dengan keseriusan demi kepentingan rakyat yang mereka wakili.***





