Gubernur Jabar ke Wali Kota Cirebon: Pajak Jangan Dinaikin Pak, Orang Lagi Susah!

kacenews.id-CIREBON-Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, mendatangi kediaman Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan Subang. Kedatangan Edo di antaranya ditemani oleh Kepala BKPPD, Mastara. Dilihat dari channel YouTube Dedi Mulyadi, kedatangan Wali Kota Cirebon di antaranya untuk membicarakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Cirebon yang naik hingga mencapai 1000 persen.
Dedi Mulyadi berseloroh di depan Wali Kota Cirebon jika pajak jangan dinaikkan karena masyarakat saat ini sedang mengalami kesulitan.
“Pajak jangan dinaikin Pak, orang lagi susah, siapa yang bikin PBB waktu itu naik?” tanya Dedi Mulyadi di hadapan Effendi Edo.
Edo pun menjawab bahwa yang menaikkan PBB adalah PJ Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi, yang sebelumnya menjabat sebelum Effendi Edo.
“Berani tidak Kota Cirebon mencontoh seperti Kota Depok? Yang menghapuskan di mana nilai pajaknya di bawah Rp 100 juta maka dibebaskan, tidak usah bayar,” ujar Dedi lagi.
Dedi juga mengaku heran saat Kepala BPKPD, Mastara, menjelaskan bahwa sebetulnya kenaikan PBB 1000 persen tersebut berkurang karena Pemkot Cirebon memberlakukan stimulus serta diskon.
“Kayak toko gitu? Dinaikain dulu terus dikasih diskon? Itu kan jadi lucu,” kata Dedi.
Mastara pun menjawab jika tarif PBB di Kota Cirebon mengalami banyak relaksasi, misalnya saat hari jadi ataupun saat hari kemerdekaan.
“Tapi kan logikanya diskon itu untuk barang, untuk menarik pembeli. Lebih baik tidak dinaikkan dong daripada dinaikkan tapi didiskon, buat apa? Menurut saya, Pak Wali Kota harus hati-hati. Jika sudah ada kerumunan, logika politiknya tidak bisa dipakai, ini harus diminimalisir,” katanya.
Dedi Mulyadi juga menyoroti soal maraknya kasus korupsi di Kota Cirebon, namun pajaknya tinggi, yang akan mengakibatkan masyarakat berpikir ulang membayar pajak.
“Orang kan mikirnya buat apa bayar pajak kalau uangnya dikorupsi? Tunda dulu meskipun itu sudah diberlakukan, karena kan realisasi PBB di 2024 saja kenaikannya tidak signifikan, hanya Rp 13 miliar,” katanya.
Dedi juga menegaskan, daripada membuat keputusan yang membuat bingung masyarakat dan ada tekanan-tekanan politik, lebih baik tarif PBB dikembalikan ke tariff semula.
“Dari sisi aspek politik betul itu keputusan lama, tapi publik bertanya bagaimana keputusan wali kota yang baru? Pendapatan dari PBB juga ga gede-gede amat, sebelum menjadi ramai, skema pembayaran itu lebih baik dikembalikan ke peraturan sebelumnya, dan mulai sekarang coba yang didorong itu dari sektor hotel dan resto sebab yang bayar kan konsumen kok. Memimpin itu harus tenang, daripada halaman kantornya berantakan dan aparatnya terluka (karena demo) ya lebih baik dikembalikan tarifnya ke tarif semula,” tegas Dedi.
Sementara itu, Pemprov Jabar mengeluarkan imbauan kepada seluruh bupati/wali kota di Jawa Barat tentang penghapusan tunggakan pokok dan denda PBB P2.
Dalam imbauan tertanggal 15 Agustus ini disebutkan bahwa dalam rangka memperingati HUT RI ke-80, Pemprov Jabar mengimbau kepada Pemkot dan Pemkab di Jabar untuk dapat memberikan kebijakan berupa penghapusan tunggakan dan pokok benda (tahun 2024 dan sebelumnya).
Menanggapi ini, Wali Kota Cirebon Effendi Edo mengatakan akan mengkaji permintaan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengenai pembebasan tunggakan pajak bumi dan bangunan alias PBB.Edo mengatakan akan melakukan kajian sebelum mengambil kebijakan baru.
“Nanti kita kaji dulu, saya kan kajiannya belum selesai. Satu per satulah. Kalau kajiannya sudah selesai, sudah mendapatkan kepastian angka dan lain sebagainya, baru kita melakukan untuk meringankan beban (masyarakat) lagi,” imbuhnya.
Edo menambahkan, bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-80, Pemkot Cirebon telah memberikan diskon PBB kepada masyarakat sebesar 50 persen.
“Dengan adanya diskon sebetulnya sudah (meringankan). Di HUT RI ini kan saya sudah menetapkan diskon 50 persen. Jadi itu juga kan sudah sangat membantu,” ujarnya.
Walikota mengakui tarif PBB terlalu tinggi sehingga membebani perekonomian masyarakat. Oleh karena itu dia menetapkan adanya diskon.
“Karena tarifnya terlalu tinggi akhirnya saya mengambil kebijakan untuk diskon. Nah, dari kebijakan yang kemarin tentunya kan saya evaluasi kembali sehingga nanti akan menemukan (solusi). Nanti diskon tidak ada lagi, bisa saja, kalau tarifnya sudah sesuai dengan keinginan masyarakat,” terang Edo.
Terkait tuntutan masyarakat mencabut Perda, Edo mengaku belum bisa dilakukan dalam waktu dekat ini. Revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur soal PBB ini akan dimulai pada September.(Fan)