Ragam

Belajar dari Koperasi Merah Putih

Oleh Angga Putra Mahardika
Mahasiswa KPI UIN SSC

KOPERASI Merah Putih (KMP) jadi angin segar akhir-akhir ini. Pasalnya, kebijakan ini datang sendiri dari Presiden Prabowo Subianto. Menurut presiden, koperasi ini sangat bagus untuk melawan dan mempertahankan ekonomi desa dari cengkraman kapitalisme.

Selain itu, koperasi dapat memberdayakan masyarakat desa, memberikan lowongan pekerjaan, memotong rantai pinjol, tengkulak, dan rentenir. Menurut Menteri Koperasi, Budi Arie, koperasi adalah utang bangsa kita kepada para founder Indonesia. Maka dari itu, KMP harus segera diluncurkan dan mulai beroperasi.

Related Articles

Berdasarkan informasi yang disajikan media-media di Indonesia, KMP selalu memiliki dua sisi yang berlawanan. Tentu saja, hal ini umum terjadi di mana-mana; konfrontasi, kontradiksi, dan dialektika harus dilihat sebagai respon aktif antara rakyat dan otoritas.

Berita-berita yang memuat pesan positif, rata-rata ditandai dengan judul dan paragraf pembuka yang memuat pemerintah sebagai subjek. seperti “Kemenkop Kerja Sama Bank untuk Ekosistem Digital Kopdes Merah Putih” (CNN). Lalu “Rano Karno: 267 Koperasi Merah Putih di Jakarta Siap Beroperasi” (Liputan 6). Kemudian “Berjemur di Sunggal, Bupati Deliserdang: Koperasi Desa Merah Putih Hapus Sistem Rentenir” (Tribun Medan). Dan “Menpar: Koperasi Desa Merah Putih Perkuat Pengelolaan Pariwisata” dari (medcom.id).

Dan ada juga judul berita yang berasal dari masyarakat itu sendiri, selain pemerintah tentunya. Dari kompas, “Bukan Sekadar Gerai, Ini Dampak Nyata Koperasi Desa Merah Putih”. dari surya.co.id “247 Koperasi Merah Putih di Jember Bisa Meniru, Koperasi Ini Punya Usaha Sembako, Klinik Sampai Kopi”.

Masih banyak sekali berita-berita yang membingkai KMP secara positif. Yang perlu diperhatikan adalah kebiasaan pemerintah untuk ikut serta dalam urusan koperasi. Bukan hal yang salah, karena ditandai dari awal bahwa ini inisiatif presiden sendiri.

Secara struktural dan birokrasi, jajaran pejabat seperti menteri-bupati turut membantu. Meskipun begitu ada suatu kecenderungan, yaitu gerakan pemerintah bersifat top-down. Kendali awal dari atas, bukan kesatuan minat dari bawah. Dan, jangan lupakan juga berita-berita yang memuat pesan bottom-up yang positif.

Hal yang bisa diambil nilai teladannya adalah peran dan fungsi pemerintah yang turut berkontribusi akan koperasi. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh, memang sudah wajar pemerintah berperilaku seperti itu, bagaimanapun juga kita harus memberikan feedback yang sesuai realita.

Tidak hanya berita positif, KMP juga mendapat komentar, tanggapan, efek balik kritik yang bersifat membangun. Karena langkah koperasi sudah pernah diterapkan di masa orde baru yaitu Koperasi Unit Desa (KUD). Rakyat dan beberapa pejabat merasa khawatir akan terjadi korupsi besar-besaran dan kasus yang tidak terselesaikan seperti zaman dulu. “Hantu Korupsi Era Orba Bangkit? Proyek Koperasi Merah Putih Berpotensi Jadi Bancakan Rp4,8 Triliun!” dari suara.com. Tentunya, hal-hal ini memberi rakyat rasa waspada dan kekhawatiran.

selain mirip dengan KUD, KMP juga mengalami permasalahan seperti lambat mendapat modal, “Tunggu Pencairan Modal, Koperasi Merah Putih di Bangunharjo Bantul Belum Beroperasi” (m.harianjogja.com).

Belum ada bimtek, “Koperasi Merah Putih di Purworejo Tanpa Pendampingan dan Modal, Ketua Kopdes: Bisa-bisa Tinggal Papan Nama” (Kompas).

Penggunaan dana desa yang sempat berseberangan dengan undang-undang. Karena dana desa adalah hak otoritas dana untuk mengalokasi. Namun, di beberapa berita, dana desa akan digunakan untuk menutupi kekurangan dana KMP. “Dana Desa Jadi Jaminan Koperasi Desa Merah Putih. Simak Aturannya” (Tempo).

Gagal bayar dana pinjaman “Koperasi Desa Merah Putih Diprediksi Hadapi Risiko Gagal Bayar Rp 85,96 Triliun” (Tempo). Hoax lowongan kerja “Kemenkop tegaskan info lowongan kerja Kopdes Merah Putih hoaks” (Antara) dan lain-lain.

Dari kutub positif dan negatif mengenai KMP, penulis mendapatkan pelajaran bahwa sebaiknya perihal kebijakan jangka panjang, hal itu dimulai dari rakyat, bukan dari pemerintah. Pemerintah tetap memberi kontribusi terhadap hal tersebut, namun sebatas peraturan; undang-undang, dana, dan fasilitas.

Dikatakan sendiri oleh Presiden Prabowo, koperasi adalah ekonomi kerakyatan. “Presiden Prabowo Luncurkan 80.081 Koperasi Merah Putih sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat” (Kemenkeu.go.id). Oleh karena itu sebaiknya dibangun dari rakyat dahulu, bukan dari atas.

Ketika yang memahami esensi, manfaat, dan tujuan koperasi adalah pemerintah maka rakyat sebagai aktor utama yang tidak tahu apa-apa akan merasa bingung. Memang benar akan diadakan pelatihan dan pemberdayaan, “Perkuat Koperasi Desa Merah Putih, Kementerian PANRB Dukung Akselerasi Penguatan Tata Kelola, Kelembagaan dan SDM” (Menpan.go.id). Sebab rakyat belum tahu bagaimana mengelola dan bekerja untuk koperasi.

Ujung-ujungnya koperasi mulai aktif di bulan Oktober, “Koperasi Merah Putih Bakal Mulai Beroperasi Pada Oktober 2025, Wamenkop Sebut Solusi Ekonomi Sosial” (Tribunjabar). Jadi, seremonial dan pertunjukan ribuan koperasi menjadi badan hukum adalah tidak lebih unjuk gigi pemerintah saja. Ada alasan lain mengapa terlalu digembar-gemborkan koperasi merah putih ini di media; di antaranya agar rakyat mengetahui kerja pemerintah.

Mengapa permulaan dari rakyat itu harus, karena rakyat adalah alasan mengapa negara ada. Tujuan dari negara adalah untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat; baik dari luar maupun dalam. Kalau begini jadinya, kelihatan kenapa masalah KMP bermunculan. Sangat klise jawabannya dan tidak akan penulis bahas, pendidikan.

Penulis jamin, negara sendiri yang akan bangga dengan prestasi anak bangsa; seperti film Jumbo dan Sore belakangan ini. Bila Indonesia dipenuhi oleh rakyat yang cerdas, cita-cita Indonesia Emas 2045 akan lebih mudah terealisasi pastinya.

Koperasi Merah Putih adalah langkah visioner kabinet merah putih. Di awal mungkin masih terlihat berantakan karena langkah koperasi di rezim sebelumnya, tidak menghasilkan efek yang diinginkan.

Harapannya, segudang masalah ini memberikan pembelajaran bagi rakyat dan pemerintah, rakyat adalah kekuatan yang harus dibangun dari awal—bahkan sebelum kebijakan itu dibuat.***

Related Articles

Back to top button