Kependudukan Dalam Perspektif Pengajaran

Oleh : Drs. D. Rusyono, M.Si.
Anggota Juken Kuningan
Kependudukan secara antroposfer berbanding lurus dengan berdiri tegaknya bumi ini, artinya sepanjang planet bumi ini masih kokoh menopang kehidupan maka akan menjadi isu yang menarik dan tidak akan ada habisnya untuk dibahas, termasuk didalamnya sifat dualistis dari kependudukan itu sendiri yang saling berhubungan secara terintegrasi, seperti antara potensi dan persoalan, hulu dan hilir, subyek dan obyek. Oleh karena itu sudah semestinya apabila pembangunan memperhitungkan aspek kependudukan secara berkelanjutan, sustainable development goals (SDGs) dengan 17 aspek sasaran yang hendak dicapai.
Beberapa hal yang cukup penting dalam kependudukan diantaranya adalah aspek pertumbuhan dan perilaku sebagaimana disampaikan oleh Thomas Robert Malthus dengan teori DERET-nya (Deret Ukur dan Deret Hitung), dimana tingkat pertumbuhan penduduk seperti Deret Ukur yakni bergerak dengan cepat bahkan berlipat-lipat bisa kwadrat, pangkat 3, dst, sedangkan tingkat kesejahteraan berjalan lambat seperti Deret Hitung. Kemudian dari aspek perilaku Jared Diamond menyatakan dengan dua sisi juga yaitu bahwa lingkungan harus diurus/dilestarikan karena kalau dirusak akan menyebabkan bencana besar sehingga sama saja dengan bunuh diri (ecological suicide), dengan merusak lingkungan. (Ida Bagus Mantra, 1985).
Dari kondisi tersebut, maka hal yang harus terus menjadi perhatian dan upaya adalah antara lain aspek pengendalian, yang dibarengi dengan peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan kesejahteraannya, termasuk pemeranan/kefungsian dalam dinamika kehidupan keseharian, yang tentunya harus dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi dan tersinkronisasikan dengan berbagai kekuatan, potensi yang ada agar menjadi sinergi, sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan hasil yang termanfaatkan
Selanjutnya dalam kependudukan sendiri terdapat dua makna yang terkandung di dalamnya yaitu Penduduk dan Kependudukan, dimana Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia., sedangkan Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan (UU No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga).
Melihat aspek yang terkandung di dalamnya, maka kependudukan menyangkut aspek tumbuh kembang kehidupan (life cycle approach) yang sekaligus menyatu dengan hajat hidupnya, jadi sepanjang hayat dikandung badan segala urusan (hak kewajiban) akan terus nempel mengikuti. Itulah uniknya kependudukan, oleh karena itu urusan kependudukan bukan lagi hanya pilihan, tetapi menjadi keharusan karena semua urusan akan berawal dan bermuara dari dan kepada penduduk, akan tetapi bukan lantas penduduknya enak-enakan tetapi harus aktif pula ikut serta di dalamnya dalam upaya membangun diri dan sesamanya terutama melalui kefungsian dalam keluarga, ingat sesuatu yang besar tadinya kecil dulu. Demikian pula dengan kajian dalam keilmuan-pun secara bertahap dari sedikit menjadi banyak dan dari yang kecil menjadi besar. Serta sama-sama akan memberi dampak yang baik kepada peserta didik dan masyarakat yang tehimpun dalam satuan/unit keluarga sebagai garda terdepan dalam masyarakat. Sedangkan apabila dianalogikan dalam bentuk lingkaran atau rumah, maka Kependudukan bisa menjadi lingkaran/rumah besarnya sedang hal ihwal yang menyangkut keberadaan dan integrasinya adalah lingkaran/rumah-rumah kecilnya yang akan mendukung/melengkapi menguatkan, termasuk dunia pendidikan dengan segala aspek yang terkandung di dalamnya. Sedangkan lembaga keilmuan-pun akan bermuara kepada berdayanya peserta didik yang notabene bagian dari masyarakat.
Namun demikian pada sisi lain kita sedang berada pada fase Bonus Demografi yang berlangsung dari tahun 2012 sampai 2035 dan puncaknya antara 2020-2030 yang di dalamnya terdapat dua besaran utama yaitu peluang dan tantangan/ancaman (window of opportunity and threat). Kita lihat dulu dari sisi peluang konon komposisi penduduk bertumpu pada usia produktif, yang tentu keproduktifannya harus dapat termanfaatkan, sementara akan dibutuhkan berbagai fasilitasi dari negara/pemerintah baik yang menyangkut aspek pendidikan, kesehatan maupun ekonomi/daya beli. Bonus Demografinya sendiri secara umum adalah Kondisi ketika proporsi umur penduduk bertumpu pada usia produktif dalam suatu populasi, disebut juga sebagai demografhic dividend. serta ditandai pula dengan menurunnya tingkat kelahiran dan meningkatnya usia harapan hidup (KBBI, 2022). Fenomena ini dianggap sebagai bonus, karena dapat menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik, Sedangkan menurut pendapat ahli Bonus Demografi adalah “Kondisi penduduk dengan struktur umur bertumpu pada usia produktif, tercipta saat pemerintah berhasil mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan usia harapan hidup, yang kemudian membuka peluang bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi” (Moertiningsih Adioetomo, 2017). Hal senada disebutkan bahwa salah satu faktor yang turut menentukan dalam Bonus Demografi adalah program Keluarga Berencana yang telah berhasil menurunkan tingkat pertumbuhan melalui kesertaan ber KB masyarakat secara aktif (Sonny Harry B. Harmadi, 2011). Jadi Bonus Demografi adalah anugerah sekaligus tantangan/ancaman bagi Indonesia, sebagai anugerah manakala dikelola dengan baik dan sebaliknya akan berubah menjadi bencana manakala tidak dikelola dengan baik, termasuk tidak termanfaatkan.
Begitu juga dengan tantangan/ancaman terutama yang menyangkut di kelompok usia tidak produktif yang mana sama saja harus diurus/difasilitasi oleh negara/pemerintah, seperti kelompok 0-14 tahun dan 65 th ke atas (bayi, balita, remaja dan lansia). Sebagai contoh di Jawa Barat penduduk usia produktifnya(15-64 th) mencapai 70,68 %, Lansianya 9,0 % dari total penduduk 48.274.162 jiwa karena dibarengi dengan meningkatnya UHH 75,16 th (SP 2020). Sedang di salah satu kabupaten (misal Kab. Kuningan) gambarannya sebagai berikut; dari penduduk 1.237.176 usia produktifnya 64,07 % dan tidak produktifnya 36,03 % sedangkan Lansianya sebanyak 13,44 % dan UHH nya 73,42 th (SP 2020). Hal lain yang memprihatinkan adalah PHK banyak terjadi, kemudian masyarakat yang diputus bantuan PBI-JKN nya oleh BPJS di Kab. Kuningan saja saat ini tercatat 39.000 warga (Kabar Cirebon, 7-8-2025), dan sebagainya yang tentunya harus segera diantisipasi, karena negara/pemerintah wajib hadir untuk rakyatnya.
Sebagaimana di atas, salah satu lembaga pendidikan yang cukup respek terhadap kependudukan adalah Universitas Bhakti Husada Indonesia (UBHI) yang beralamat di Jl.Lingkar Kadugede Kab. Kuningan Jawa Barat. Tentunya hadir atas dasar pertimbangan bahwa penanganan kependudukan merupakan tanggung jawab semua pihak, disamping penduduknya sendiripun harus ikut mengupayakan diri dibarengi dengan bantuan fasilitasi dari pemerintah dan semua pihak/stakeholder yang terkait.
Khusus di lingkungan UBHI beberapa hal yang telah, sedang dan terus dilakukan dalam hal kependudukan diantaranya dari mulai program Pengembangan Kampus Siaga Kependudukan (KSK) dan Pusat Kajian Gender dan Perempuan (PKGP) bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kab. Kuningan, juga melalui mata kuliah Ilmu Kependudukan pada Prodi S-1 Kesehatan Masyarakat dan Mata Kuliah Kependudukan, Kesehatan Keluarga dan Gender (DUKKESGAGENDER) pada Prodi S-1 Kebidanan.
Selanjutnya sesuai dengan arah kurikulum dan modul pembelajaran, kependudukan diarahkan kepada ; Pola pikir dan sikap/perilaku mahasiswa dibawa ke cakrawala dunia kependudukan, untuk mengenal hal ihwal kependudukan seperti penduduk sebagai sumber data, obyek dan subyek pembangunan, interaksi secara antroposfer, Potret/Gambaran Kependudukan hasil Sensus Penduduk 2020 dan sumber lainnya, termasuk cara penggalian data kependudukan melalui metoda Sensus, Survey dan Registrasi, lalu tentang dinamika dan ukuran pertumbuhan penduduk, Potensi dan Persoalan dalam kependudukan, Pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk (melalui program Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga), Dampak dan Upaya secara kuantitas, dan IPM secara kualitas, Kesehatan Keluarga, Pegarusutamaan Gender dan Pendampingan terhadap korban Kekerasan perempuan dan anak, tidak ketinggalan Kuliah Kepakaran, Seminar Kependudukan, Pengembangan Posyandu sebagai media UKBM dan Pemberdayaan Masyarakat serta interprenership. Kemudian sampai kepada fase memetik Bonus Demografi (Antara Peluang dan Tantangan) yang harus mampu menjadi pendorong ke fase/gerbang INDONESIA EMAS 2045. Kemudian juga mahasiswa digiring untuk menggali data guna belajar dalam memecahkan persoalan kependudukan melalui penugasan dan diskusi dengan tema “Dampak /Implikasi Bonus Demografi terhadap Bidang Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi/Daya Beli termasuk di dalamnya aspek Politik”, sekaligus sebagai upaya latihan untuk menyusun skripsi.
Upaya pengembangan program kependudukan berbasis pembelajaran di UBHI, tentunya tidak hanya selesai sampai pada proses kegiatan belajar mengajar (KBM) saja, tetapi seiring dengan peran/kefungsian Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pembelajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) seperti media Kuliah Kerja Nyata, maupun kegiatan koordinasi dan integrasi lintas sektor kependudukan selalu turut mewarnai secara berkelanjutan (sustainable). Dan Kependudukan ini bukan hal yang mudah terlebih menyikapi fase Bonus Demografi untuk menjadi pendorong terwujudnya fase Indonesia Emas 2024 sungguh PR yang besar yang perlu diupayakan secara sinergi oleh seluruh komponen/ kekuatan yang ada baik intern maupun ekstern, dan insyaa Allah dengan kebersamaan tujuan akan bisa dicapai, karena semua yang besar berawal dari kecil dalam kebersamaan. Akhir kata “Lebih baik ke bukit mendapat ranting daripada yang besar kesasar pulang, Jadi lebih baik yang sedikit tetapi sering daripada yang besar tetapi jarang”. Aamiin.***