Ragam

Rumah Aspirasi yang Kehilangan Ruh

RUMAH aspirasi sejatinya adalah simbol keterbukaan dan kedekatan wakil rakyat dengan konstituennya. Di sanalah janji politik diuji, keluhan warga ditampung, dan solusi dirajut. Namun, ketika rumah aspirasi justru terjerat kasus dugaan korupsi, simbol itu runtuh, menyisakan sunyi dan rasa dikhianati.

Kasus yang menjerat H. Satori, anggota DPR RI dari Partai NasDem menjadi tamparan keras bagi wajah perwakilan rakyat. Dugaan penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia dan OJK, yang seharusnya untuk masyarakat, adalah pengkhianatan terhadap amanah publik.

Nilai miliaran rupiah yang dialirkan ke kepentingan pribadi bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga pelanggaran moral.

Sepinya rumah aspirasi Satori adalah potret mati surinya fungsi wakil rakyat ketika integritas runtuh. Ruang yang dulu menjadi tempat berkumpul, berdialog, dan menyampaikan aspirasi kini terkunci rapat, seolah menutup akses ke suara rakyat. Ironis, mengingat “aspirasi” adalah kata kunci yang dulu diagungkan saat kampanye.

Kasus ini harus menjadi momentum pembenahan menyeluruh. KPK perlu menuntaskan penyelidikan hingga ke akar, termasuk kemungkinan keterlibatan anggota DPR RI lainnya sebagaimana diakui salah satu tersangka. Publik berhak tahu siapa saja yang menodai amanah legislatif demi keuntungan pribadi.

Lebih jauh, mekanisme penyaluran dana sosial dari lembaga negara harus dibenahi. Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat mutlak diperlukan agar program untuk rakyat tidak berubah menjadi ladang bancakan elite.

Rumah aspirasi yang kini sepi itu harus menjadi pengingat bahwa kekuasaan tanpa integritas akan berakhir dalam kesepian dan penyesalan. Wakil rakyat bukan hanya diminta hadir di gedung parlemen, tetapi juga hadir di hati rakyat dan itu hanya mungkin jika amanah dijaga, bukan diperjualbelikan.***

Related Articles

Back to top button