CirebonRaya

Sekolah Terancam Tutup, Delapan Organisasi FKKS Swasta Bakal Layangkan Gugatan Kebijakan Gubernur Jabar ke PTUN

kacenews.id-CIREBON-Sebanyak delapan organisasi sekolah swasta telah menggugat Keputusan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tertanggal 26 Juni 2025 yang mengatur soal penambahan rombongan belajar (rombel) jenjang SMA/SMK.

Gugatan telah terdaftar secara resmi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan nomor perkara 121/G/2025/PTUN.BDG.

Mereka yang melayangkan gugatan berasal dari Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jabar juga BMPS dari Kabupaten Bandung, Cianjur, Garut, Sukabumi, Cirebon, Kota Bogor, dan Kuningan.

Meski begitu, Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) Swasta Kota Cirebon mengambil langkah berbeda, lebih mengedepankan komunikasi dan harapan agar pintu dialog masih terbuka.

“Kalau langkah dari FKKS Kota Cirebon sih, kita tetap sinergi dengan organisasi seperti BMPS. Tapi tetap, untuk FKKS Kota dan Kabupaten Cirebon, kita merujuknya ke FKKS Jabar,” ujar Ketua FKKS Kota Cirebon, Ari Nurrahmat.

Menurutnya, FKKS Jabar pun telah mengupayakan pendekatan non-litigasi sebelum menggugat ke PTUN, salah satunya dengan “Jalur Langit”.

“Dalam hal ini kita pertama melalui jalur langit, istilahnya berdoa. Semoga kedepannya ini bisa lebih diperhatikan, setiap kebijakan bisa lebih dipikirkan dan dianalisis lagi,” tuturnya.

FKKS Kota Cirebon pun berharap, Gubernur Jabar membuka ruang dialog dengan sekolah swasta, sesuai janji yang pernah dilontarkan sebelumnya.

“Nah, mungkin ini saatnya. Ayo kita berdiskusi antar swasta dengan Gubernur. Antara anak dan ayah, kan begitu. Supaya terjadi sinergitas antara sekolah dan juga pemerintah provinsi sebagai penentu kebijakan,” kata Ari.

Ari menjelaskan, banyak sekolah swasta yang sudah memberikan kebijakan gratis bulanan kepada siswa, dan siap membantu pemerataan pendidikan. Akan tetapi, teknis pelaksanaan di lapangan ia merasa tidak selalu sesuai dengan semangat program pemerintah, khususnya terkait Program Anak Putus Sekolah (PAPS).

“Keputusan ini kan intinya menyelamatkan anak-anak, itu sebenarnya didukung. Tapi di lapangan banyak yang terjadi diluar itu. Misalnya anak PNS, kok malah masuk PAPS. Padahalkan judulnya mencegah anak tidak sekolah,” jelas Ari.

Akan tetapi, Ari menambahkan, yang masuk ke negeri justru yang bukan anak putus sekolah, tergolong orang tuanya banyak yang mampu,” imbuhnya.

Selain itu, Ari pun menyoroti dampak dari Surat Edaran (SE) Gubernur terkait pembatasan 50 siswa per rombel. Banyak siswa yang sebelumnya sudah mendaftar di SMK swasta, tiba-tiba mencabut berkas karena mendapat tawaran dari sekolah negeri.

“Yang pernah saya bilang, enggak cuma sekolah saya. Artinya, se-Kota Cirebon bahkan se-Jabar itu dampaknya luar biasa. Terutama yang cabut berkas, karena dari negerinya sendiri menelpon orang tua tersebut atas dasar SE itu,” ucapnya.

Ia pun mengaku bingung dengan permintaan dari sekolah negeri kepada orang tua siswa agar menandatangani surat pernyataan yang tidak jelas maksudnya.

“Orang tua itu oleh pihak sekolah diminta menandatangani surat pernyataan. Saya enggak ngerti nih, surat pernyataan apa?,” ungkap Ari.

FKKS Jabar pun masih terus mengumpulkan data dari sekolah-sekolah swasta sebagai bahan pembahasan yang kuat dan berbasis fakta terkait mengenai rencana audiensi dengan Gubernur.

“Audiensi juga tidak sekedar audiensi. Tentunya kita membawa data dari sekolah swasta agar apa yang kita audiensikan itu masuk akal dan bisa diterima oleh Pak Gubernur. Masa ujug-ujug ngobrol?, kan enggak mungkin,” pungkasnya.(Jak)

Related Articles

Back to top button