Dugaan Pencemaran Limbah TPA Kopiluhur Disorot, Pemkot Cirebon Harus Segera Upayakan Penanganan Serius

kacenews.id-CIREBON-Anggota Komisi III DPRD Kota Cirebon, Umar Stanis Klau, menyoroti dugaan pencemaran air sumur milik warga Kampung Kalilunyu, RT 04 RW 04 Surapandan, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, akibat limbah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopiluhur.
Dalam pernyataannya, Umar mendesak Pemerintah Kota Cirebon agar segera mengambil langkah konkret dan tidak menyepelekan persoalan ini.
“Atas masalah dugaan pencemaran sumur warga akibat TPA Kopiluhur, saya mendesak Pemkot Cirebon segera ambil langkah konkret. Pemerintah dan dinas teknis harus segera mensosialisasikan hasil laboratorium dari sampel air yang sudah diuji, agar ada kejelasan langkah tindak lanjutnya. Warga butuh perlindungan nyata,” katanya.
Ia menilai, pencemaran ini bukan lagi persoalan biasa, melainkan sudah masuk dalam kategori krisis yang berdampak pada berbagai aspek, mulai dari sosial, ekonomi, hingga kesehatan masyarakat.
“Masalah TPA ini sudah masuk kualifikasi persoalan serius. Maka, dalam perspektif manajemen krisis, wali kota sebagai top leader harus turun tangan langsung menyelesaikan persoalan ini secara permanen,”katanya.
Ia juga mengkritisi pendekatan pemerintah yang terkesan sporadis dan tidak sistematis dalam menangani persoalan TPA Kopiluhur. Menurutnya, penyelesaian masalah ini tidak cukup hanya dilakukan oleh dinas teknis, namun memerlukan komitmen dan goodwill langsung dari kepala daerah.
“Masalah serius seperti ini butuh kepemimpinan yang punya niat baik, jaringan, dan anggaran. Wali kota memiliki kapasitas itu, dan seharusnya tidak menyerahkan sepenuhnya pada dinas teknis yang terbatas kewenangannya,” katanya.
Lebih jauh, politisi PDI Perjuangan ini menyinggung soal keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas dalam kebijakan daerah. Ia menekankan agar Kelurahan Argasunya diperlakukan secara setara dengan kelurahan lain di Kota Cirebon, tanpa diskriminasi.
“Jangan pilih kasih. Rakyat Argasunya juga warga Kota Cirebon. Tidak adil rasanya, masyarakat kota menikmati kenyamanan, sementara sampahnya dibuang ke Argasunya. Ketika ada masalah, kita malah diam? Itu sama saja dengan melakukan kekerasan simbolik terhadap warga,” tuturnya.
Umar juga mewanti-wanti bahwa apabila situasi ini terus dibiarkan, kekecewaan masyarakat bisa memicu pembangkangan sosial di kemudian hari. Menurutnya, Argasunya sebagai wilayah pinggiran kota dengan kondisi ekonomi warga yang cenderung rendah, membutuhkan perhatian dan afirmasi khusus dari pemerintah.
“Secara geografis, Argasunya berada di sisi terpinggir dari kota. Secara sosiologis, rata-rata warganya berlatar belakang ekonomi bawah. Maka, wajib hukumnya kebijakan pemerintah berpihak dan memberikan prioritas pada mereka, bukan sekadar wacana,” ucapnya.
Sementara itu, Pemerhati Kebijakan Publik Kota Cirebon, Sutan Aji Nugraha mengemukakan, masalah TPA Kopiluhur merupakan persoalan prioritas bahkan sudah mendapat atensi dari Kementerian Lingkungan Hidup berupa sanksi administrasi atau bisa dalam bentuk pidana dengan batas waktu 180 hari atau 6 bulan.
“Seharusnya ini sudah bukan lagi good will, sudah memanifestasikan manifesto kepala daerah akan hal yang prioritas, terutama DLH Kota Cirebon. Bukan sekedar seremonial-seremonial belaka dan uji-uji kelayakan untuk pembenaran. Masyarakat sudah terdidik dan pintar,” tuturnya.
Menurutnya, DLH Kota Cirebon berkilah sudah melakukan ini dan itu akan tetapi tetapi kondisi TPA Kopiluhur tetap sama.
“Pertama, jika DLH Kota Cirebon telah melakukan sesuatu maka tidak akan mungkin ada sanksi KLH. Kedua, bagaimana mungkin Kota Cirebon Berintan kalau di salah satu bagian tubuhnya memiliki ‘luka’ yang tak kunjung sembuh secara total,” katanya.(Cimot)