Normalisasi Parsial Nyawa Jadi Taruhan

PROGRAM normalisasi sungai sejatinya merupakan langkah strategis dalam mitigasi bencana banjir, terutama di kawasan rawan seperti Desa Tukkarangsuwung Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon. Namun sangat disayangkan, pelaksanaannya justru mengundang kekecewaan karena tidak dilakukan secara menyeluruh dan terkesan hanya sebagai formalitas semata.
Pengerukan Sungai Singaraja yang hanya menyentuh bagian hulu, tanpa menyentuh kawasan hilir yang justru berada dekat dengan pemukiman padat, menunjukkan ketidaktepatan perencanaan serta lemahnya sensitivitas pemerintah terhadap kebutuhan riil masyarakat.
Padahal, inti dari normalisasi adalah mengembalikan fungsi aliran sungai secara utuh dari hulu hingga hilir. Jika hanya satu bagian yang diperlebar, sementara bagian lainnya dibiarkan menyempit dan dangkal, maka aliran air justru akan tersendat dan membahayakan wilayah yang tak tertangani.
Apa yang disampaikan warga dan Kuwu Desa Tukkarangsuwung patut menjadi peringatan keras bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Cirebon.
Ketika pengerukan hanya dilakukan di area yang mudah dijangkau oleh alat berat, sementara area yang lebih kritis justru dibiarkan, maka bisa dikatakan program ini tidak hanya tidak efektif, tapi juga berpotensi memperparah risiko bencana.
Lebih dari sekadar infrastruktur, ini adalah soal keselamatan jiwa. Setiap musim hujan, warga desa ini dihantui ketakutan akan luapan air. Ketika suara masyarakat tidak dihiraukan dan pengerjaan hanya sebatas “pencitraan teknis”, maka publik berhak bertanya, untuk siapa sesungguhnya program normalisasi ini dijalankan?
Pemkab Cirebon harus segera mengevaluasi pelaksanaan normalisasi Sungai Singaraja. Pengerjaan harus dilakukan secara komprehensif, dengan alat yang sesuai kondisi lapangan, termasuk jenis amphibi yang fleksibel menjangkau area sempit.
Pemerintah juga perlu menyusun pemetaan banjir berdasarkan data historis dan melibatkan warga dalam proses perencanaan dan pengawasan.
Kita tidak bisa terus bermain-main dengan bencana. Normalisasi setengah jalan bukan solusi, tapi justru membuka jalan bagi banjir berikutnya. Jika dibiarkan, yang dipertaruhkan bukan hanya harta benda, tetapi juga nyawa masyarakat.***