Anyaman Rotan Cirebon Terbang Mendunia

Oleh: Alvita Rachma Devi dan Rizka Ratna Sari S
Analis Yunior dan Asisten Analis KPwBI Cirebon
“Tak ada rotan, akarpun jadi.” Sebuah peribahasa yang sangat akrab bagi telinga masyarakat Indonesia. Ternyata ini juga menunjukkan bahwa rotan merupakan salah satu komoditas yang sangat dikenal asal Indonesia. Hal ini terbukti dari data WWF report yang menyatakan bahwa Indonesia adalah produsen rotan terbesar di dunia dengan pangsa sebesar 80 persen dari pasokan global dengan produksi tahunan mencapai 37.500 ton . Jika ditilik dari daerah sumber rotan di Indonesia, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi merupakan wilayah penghasil bahan baku rotan di Indonesia. Namun, untuk kerajinan dari rotan dalam bentuk furnitur banyak dihasilkan di Cirebon. Oleh karena itu, Cirebon selain dikenal dengan kuliner nasi jamblang, empal gentong, nasi lengko, juga perlu dikenalkan kepada masyarakat sebagai pusat industri rotan Indonesia.
Perkembangan rotan di Cirebon memiliki hubungan historis yang erat dengan keberadaan Pelabuhan Kuno Muara Jati yang mengalami masa kejayaan pada abad ke-14. Hal ini seiring dengan masa Kerajaan Islam di Cirebon. Dalam dinamikanya, geliat rotan Cirebon memasuki fase industrialisasi pasca kemerdekaan melalui pengaruh Yamakawa, seorang pengusaha furnitur dari Jepang, yang membawa pengetahuan, informasi pasar ekspor dan teknik baru dalam anyaman rotan. Sejak saat itu, perusahaan lokal terus bermunculan dan menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah pun kemudian turut aktif memberikan dukungan ekspor dan berbagai pendampingan hingga menetapkan Cirebon, khususnya Desa Tegalwangi, sebagai sentra kerajinan rotan.
Peningkatan permintaan dari berbagai negara, baik melalui produk furnitur maupun kerajinan tangan lainnya seperti tas dan home decor, mendorong pelaku usaha rotan melakukan ekspansi. Awalnya dari Desa Tegalwangi Cirebon, melebar ke beberapa titik penyangga, salah satunya Kecamatan Sindangwangi di Kabupaten Majalengka. Berdasarkan data Bea Cukai, ekspor produk olahan rotan dari kawasan Cirebon pada tahun 2024 tercatat sebesar USD137,3 juta atau meningkat 13% dibandingkan dengan tahun 2023. Kinerja ini semakin mengukuhkan bahwa rotan produksi Cirebon semakin diminati dan menjadi salah satu produk ekspor pendukung ekonomi Cirebon. Berkembangnya industri rotan juga beriringan dengan jumlah pengrajin rotan di Cirebon yang menguasai keterampilan tersebut dari generasi ke generasi. Saat ini terdapat kurang lebih 64.000 tenaga terampil lokal yang diserap oleh 1.500 unit usaha, dari skala mikro hingga besar di bidang pengolahan bahan baku rotan menjadi furnitur dan kerajinan dari rotan.
Ekspor produk rotan Cirebon banyak dikirim ke negara Amerika Serikat, Belanda, dan Jerman. Tujuan ekspor tersebut cenderung tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pengiriman produk rotan ke Amerika Serikat memiliki pangsa sebesar 43,8%, diikuti oleh Belanda (7,66%) dan Jerman (5,64%). Nilai ekspor produk rotan asal Cirebon yang besar tersebut, selain secara langsung mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi juga memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Secara teori konsumsi, penduduk bekerja yang tinggi akan mendorong daya beli masyarakat yang juga meningkat. Dampaknya dapat menopang pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Cerita kejayaan industri rotan di Cirebon makin lama makin redup. Isu klasik sekitar bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, dan persaingan dengan produk furnitur lain menjadi faktor yang perlu ditangani segera. Seiring dengan ketidakpastian global yang terjadi saat ini, kinerja ekspor produk rotan Cirebon mengalami perubahan. Pada triwulan I 2025, ekspor produk rotan mengalami penurunan 21,9% (yoy). Penurunan tersebut tidak hanya terjadi pada pengiriman mitra dagang utama, tetapi juga ke hampir seluruh mitra dagang produk ekspor rotan Cirebon. Di awal 2025, isu tarif dagang ekspor Indonesia ke Amerika Serikat berpotensi mengguncang prospek ekspor rotan Cirebon.
Isu kelangkaan bahan baku berkualitas dan penyusutan tenaga kerja terampil menjadi isu internal yang semestinya dapat dikendalikan. Kendati bahan baku rotan telah disikapi pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 terkait larangan ekspor rotan mentah, pengiriman rotan mentah ke luar negeri masih kerap terjadi. Pasokan rotan berkualitas yang menjadi bahan utama produk kerajinan khas Cirebon menjadi relatif sulit. Padahal, dengan rotan mentah yang diolah dan dikreasikan menjadi produk furnitur merupakan bagian dari semangat hilirasasi yang digagas pemerintah. Selain itu, dampak rambatan ekonomi pun akan baik dari pemberdayaan masyarakat.
Produk kerajinan sejatinya perlu sebuah nilai tambah yang unik. Selain memiliki kekhasan dari sisi bahan baku, kombinasi dari nilai seni dan fungsional menjadi perhatian dari pembeli. Di sini tenaga kerja kerja memiliki peran penting. Tidak hanya terampil dan teliti dalam mengerjakan produk, tetapi juga perlu melihat kebutuhan pasar yang sangat dinamis dan strategi pemasaran yang jitu. Peningkatan ketrampilan dan keberlanjutan tenaga kerja perlu diperkuat oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, asosiasi, dan juga instansi lainnya. Program pelatihan yang terstruktur menjadi bagian penting dari pemeliharaan dan pengembangan SDM.
Sinergi dengan perguruan tinggi yang memiliki spesialisasi desain produk dirasa akan meningkatkan daya saing produk dari pengrajin di Cirebon. Program ini diharapkan dapat mendukung ekosistem entrepreneurship melalui inovasi produk komoditas ekspor unggulan. Bisnis model yang melibatkan lembaga/korporasi sebagai fasilitator inkubasi yang didukung oleh asosiasi sebagai pengarah rencana bisnis dan pengembangan produk, perguruan tinggi yang berperan sebagai think tank inovasi desain, serta murid SMK sebagai pekerja terlatih menjadi solusi apik dalam menata kembali industri kerajinan rotan Cirebon.
Langkah ini juga perlu didukung dengan promosi perdagangan, baik di regional Ciayumajakuning, nasional, dan internasional. Beberapa event seperti Ciayumajakuning Entrepreneur Festival (CEF), pameran level nasional, dan internasional, serta memanfaatkan peran Investor Relations Unit (IRU), Regional Investor Relations Unit (RIRU), dan Global Investor Relations Unit (GIRU) diharapkan dapat meningkatkan pamor rotan Cirebon.
Mengembalikan kilau rotan di negeri sendiri tentu bukan perkara mudah. Namun, sangat mungkin untuk dicapai melalui sinergi lintas sektoral yang terstruktur dan berkelanjuran. Dukungan pemerintah melalui berbagai kebijakan yang berpihak pada pengrajin dan industri rotan, asosiasi yang terlibat sebagai pelaku, akademisi yang mengenalkan inovasi dan ide pemasaran, serta peran korporasi sebagai fasilitator. Terciptanya ekosistem industri rotan yang terintegrasi dan berkelanjutan diharapkan dapat menjadikan rotan Cirebon mendunia dan berdampak luas bagi perekonomian daerah serta nasional.***