Pengelolaan Dinilai Tidak Sesuai Aturan, Forkomades Tuntut Transparansi dan Akuntabilitas Dana Bumdes Gombang

kacenews.id-CIREBON– Keresahan warga Desa Gombang, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, atas pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) memuncak. Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas ratusan juta dana desa yang disalurkan ke Bumdes tanpa laporan jelas.
Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa (Forkomades) mendatangi Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Rabu (23/7/2025), untuk menyampaikan keberatan atas pengelolaan Bumdes yang dinilai tidak sesuai aturan dan tertutup dari publik.
“BUMDes ini berdiri tanpa prosedur yang sah, rekrutmen pengurusnya sembarangan, dan dana desa ratusan juta rupiah digelontorkan tanpa pertanggungjawaban yang memadai,” kata Koordinator Forkomades Asep Maulana Hasanudin.
Forkomades mencatat dua gelontoran dana penyertaan modal desa masing-masing Rp 50 juta pada 2021 dan Rp 100 juta pada 2024. Namun hingga kini, warga belum pernah melihat laporan keuangan resmi dari dana tersebut.
“Logikanya, tidak bisa ada penyertaan modal baru kalau yang lama belum dipertanggungjawabkan. Itu melanggar prinsip dasar pengelolaan keuangan publik,” katanya.
Menurutnya, kondisi ini diperparah oleh pernyataan kepala desa yang mengklaim dana telah diaudit oleh Inspektorat. Klaim itu langsung dibantah Inspektorat, karena audit yang dimaksud hanyalah audit umum terhadap keuangan desa, bukan audit khusus Bumdes.
“Ini menimbulkan kecurigaan serius. Kalau laporan keuangan tidak jelas, bagaimana masyarakat bisa percaya?” katanya.
Persoalan lain yang mencuat adalah tidak aktifnya rekening Bumdes. Forkomades menilai hal ini membuka potensi penyimpangan, karena dana tidak dikelola melalui jalur resmi dan tidak tercatat secara administratif.
“Jika rekening Bumdes mati, ke mana dana disalurkan? Harus dibuka dan diaudit. Kita butuh transparansi rekening koran, bukan asumsi,” ujarnya.
Dalam audiensi tersebut, Forkomades mengajukan empat tuntutan utama. Selain pertanggungjawaban penyertaan modal tahun 2021 dan 2024 secara terbuka, juga penyesuaian pengelolaan Bumdes sesuai PP No. 11 Tahun 2001, termasuk rekrutmen pengurus.
Selanjutnya, dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan harus dikembalikan ke rekening resmi Bumdes. Kemudian audit terhadap aktivitas keuangan dan rekening Bumdes.
“Intinya warga hanya ingin kejelasan dan keterbukaan. Kalau sudah terjadi kesalahan, ya diperbaiki. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” pungkas Asep.
Menanggapi laporan tersebut, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Hj. Rohayati, mengakui banyak kelemahan sejak awal pembentukan Bumdes Gombang. Di antaranya tidak ada musyawarah desa khusus (Musdesus), hingga pengawasan yang tidak berjalan.
“Pengawasan lemah, rekrutmen direktur seharusnya melalui BPD. Ini semua harus dievaluasi,” katanya.
Komisi I DPRD kemudian merekomendasikan agar pemerintah desa, camat, atau masyarakat mengajukan permintaan resmi kepada Inspektorat untuk melakukan audit laporan keuangan Bumdes pada 2021 dan 2024. Tindak lanjut akan dilakukan dalam waktu satu minggu.
Kuwu Desa Gombang, Vonny Agustina Indra Ayu, mengatakan Bumdes dibentuk pada 2020. Namun pengurus pertama mengundurkan diri pada 2021, sehingga pembentukan ulang dilakukan.
“Proses rekrutmen sudah ada, tinggal kita luruskan jika memang ada kekurangan. Tapi Bumdes tetap berjalan,” ujarnya.
Kasus Bumdes Gombang dinilai mencerminkan masalah struktural pengelolaan dana desa di banyak tempat, lemahnya transparansi, pengawasan minim, dan ketidaktahuan aparatur terhadap regulasi. Pemerintah daerah perlu mendorong penguatan kapasitas dan integritas dalam tata kelola Bumdes agar benar-benar menjadi alat pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, bukan justru sumber konflik dan ketidakpercayaan publik.(Is)