Ragam

Peredaran Rokok Ilegal di Kabupaten Cirebon Cenderung Meningkat, Sasar Kecamatan yang Menjadi Simpul Ekonomi

 

 

 

 

 

 

kacenews.id-CIREBON-Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Cirebon berhasil mengamankan 340.000 batang rokok tanpa pita cukai atau berpita cukai palsu selama kurun waktu Januari hingga Juni 2025.

Jumlah  tersebut menunjukkan tren peningkatan peredaran rokok illegal.

Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Satpol PP Kabupaten Cirebon, Sus Sabarto, menyebutkan berdasarkan data resmi hasil operasi lapangan, sebanyak 340.288 batang rokok ilegal disita oleh petugas.

Menurutnya operasi ini dilakukan secara bertahap dalam tiga bulan terakhir. Pada April, tercatat penyitaan terbesar mencapai 234.200 batang, disusul oleh 61.272 batang pada Mei, dan 44.816 batang pada Juni.

Ia mengungkapkan,  jumlah rokok ilegal yang berhasil diamankan tahun ini sudah melebihi realisasi penyitaan sepanjang tahun lalu. Bahkan peredaran rokok ilegal di Kabupaten Cirebon masih cukup tinggi.

“Selama semester pertama 2025 saja, kita sudah amankan lebih dari 340 ribu batang rokok ilegal. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan semester pertama tahun lalu. Artinya, praktik distribusi rokok tanpa cukai atau berpita cukai palsu masih marak terjadi,” kata Sus Sabarto, Selasa (15/7/2025).

Ia mengemukakan,  dari hasil penghitungan resmi, potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari peredaran rokok ilegal tersebut mencapai Rp 253,8 juta. Angka tersebut dihitung berdasarkan rerata tarif cukai per batang rokok sebesar Rp 746.Kemudian nilai ekonomi dari seluruh barang sitaan, jika dijual di pasaran, diperkirakan mencapai lebih dari Rp 505 juta.

“Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan. Cukai adalah salah satu sumber pendapatan negara. Jika barang ilegal beredar tanpa cukai, maka itu sama saja menggerogoti kas negara,”katanya.

Sus Sabarto menyampaikan,  rokok ilegal ini umumnya masuk ke Kabupaten Cirebon melalui jalur darat dari dua wilayah penghasil rokok besar, yakni Jawa Tengah dan Madura. Bahkan rokok ilegal biasanya dipasok dalam kemasan besar dan kemudian disebarkan secara eceran ke warung-warung kecil dan kios rokok di wilayah perbatasan.

“Desa Kondangsari di Kecamatan Beber menjadi salah satu titik distribusi utama. Lokasinya yang berada di wilayah perbatasan membuatnya rawan menjadi pintu masuk barang ilegal,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, wilayah Dukupuntang, Palimanan, dan Gempol juga teridentifikasi sebagai daerah dengan peredaran tertinggi.

“Kami mendeteksi peredaran paling masif terjadi di kecamatan-kecamatan yang menjadi simpul ekonomi serta memiliki akses jalan strategis. Di desa perbatasan seperti Kondangsari, pengawasan harus lebih ketat karena barang biasanya masuk dari luar daerah dan langsung masuk ke pasar kecil,” katanya.

Sehingga  operasi pemberantasan rokok ilegal dilakukan secara rutin dan menyasar berbagai lapisan pelaku distribusi, mulai dari pedagang eceran, agen, hingga pemilik gudang.

“Dalam beberapa kasus, barang ilegal bahkan ditemukan tersimpan dalam rumah warga yang digunakan sebagai tempat penyimpanan sementara,” ujarnya.

Menurutnya  penindakan rokok ilegal ini tidak hanya berhenti pada penyitaan barang, namun juga diikuti dengan pemanggilan terhadap pemilik kios, dan proses penyidikan lebih lanjut oleh pihak Bea Cukai. Jika ditemukan unsur pidana, kasus dapat ditingkatkan menjadi ranah hukum.

“Kita tidak segan-segan mengambil tindakan hukum jika ditemukan pelanggaran berat. Sosialisasi sudah dilakukan, tapi masih saja ada pedagang yang nekat menjual rokok tanpa cukai,” ucapnya.

Ia pun mengimbau kepada masyarakat agar tidak tergiur dengan harga rokok yang murah, padahal ilegal.

“Rokok ilegal itu tidak terjamin, tidak jelas produsennya, dan juga membahayakan konsumen,” katanya.(Junaedi)

 

 

Related Articles

Back to top button