Ragam

Politik Balas Budi

PEREBUTAN posisi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon kembali menyorot perhatian publik. Dari laporan terbaru, dua nama mencuat sebagai kandidat kuat yakni Hendra Nirmala dan Ronianto. Keduanya disebut memiliki kedekatan khusus dengan Bupati Imron, dan kedekatan ini digambarkan sebagai faktor penentu paling dominan dalam proses seleksi.

Pernyataan semacam ini sungguh mencemaskan. Jika benar bahwa relasi personal lebih menentukan daripada kapabilitas profesional, maka kita sedang menyaksikan kemunduran sistem meritokrasi yang selama ini coba dibangun dalam reformasi birokrasi.

Sekda bukanlah jabatan simbolik, apalagi politis. Ia adalah tulang punggung birokrasi daerah, penggerak mesin administrasi, dan penghubung strategis antara kepala daerah dan seluruh perangkat dinas.

Seorang Sekda dituntut bukan hanya memiliki kompetensi administratif, tetapi juga integritas moral, kepemimpinan birokratis, serta pengalaman manajerial yang luas. Jika jabatan sepenting ini direduksi menjadi arena lobi politik atau sekadar pelampiasan loyalitas pribadi, maka bukan hanya profesionalisme ASN yang dipertaruhkan, tapi juga pelayanan publik kepada masyarakat.

Perdebatan antara mekanisme open bidding versus manajemen talenta yang tengah berlangsung, seharusnya tidak dijadikan sekadar soal teknis birokrasi. Di balik kedua metode itu, semangat dasarnya adalah satu, yakni, mencari yang terbaik, bukan yang terdekat secara politik.

Open bidding menawarkan transparansi dan kompetisi terbuka, sementara manajemen talenta mengandalkan data dan rekam jejak objektif dari sistem kepegawaian. Keduanya tetap bisa berjalan baik asal proses seleksi dijalankan secara jujur, transparan, dan bebas intervensi kepentingan.

Namun, sorotan publik menunjukkan bahwa intervensi politik belum sepenuhnya enyah dari tubuh birokrasi daerah. Ini bertolak belakang dengan semangat reformasi ASN yang digelorakan pemerintah pusat, yang menginginkan birokrasi netral, profesional, dan melayani rakyat, bukan elite penguasa.

Kita menyambut baik pernyataan Ketua Komisi I DPRD Cirebon yang menekankan pentingnya pengalaman dan kompetensi dalam pemilihan sekda. Namun, harapan itu harus diiringi dengan pengawasan ketat dari legislatif terhadap proses seleksi. Pengisian jabatan JPT Pratama harus patuh pada regulasi, bebas KKN, dan mengutamakan prinsip the right man on the right place.

Bupati sebagai pemegang mandat politik, memang memiliki hak prerogatif dalam memilih sekda. Namun hak itu bukan tanpa batas. Hak tersebut harus digunakan dengan penuh tanggung jawab, mengutamakan kepentingan publik, bukan politik pribadi. Dalam konteks ini, bupati dituntut bertindak sebagai negarawan, bukan sekadar politisi.

Akhirnya, masyarakat Kabupaten Cirebon berhak mendapat pelayanan birokrasi yang profesional, cepat, dan bersih. Hal itu hanya mungkin terwujud jika jabatan-jabatan strategis, terutama sekda, diisi oleh orang yang tepat, bukan orang yang dekat. Sudah saatnya Kabupaten Cirebon memberi teladan, bukan sekadar mengulang pola lama yang hanya melanggengkan birokrasi sebagai alat politik kekuasaan.***

Related Articles

Back to top button