Panen Padi Tak Serempak Pengusaha Sulit Serap Gabah

kacenews.id-MAJALENGGKA-Harga beras premium di pasar tradisional di Majalengka capai Rp 17.000 per kg, untuk medium kualitas I seharga Rp 14.000 per kg, mahalnya harga beras diduga dipicu musim panen yang tidak serempak sehingga gabah langsung habis diserbu pembeli.
Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Majalengka yang juga salah seorang pemilik penggilingan terbesar di Kabupaten Majalengka Dedi Koswara, menyebutkan, pengusaha penggilingan saat ini masih kesulitan memperoleh gabah di wilayah Majalengka, karena tingginya persaingan harga serta belum seluruh petani memanen padi.
Wajar jika harga gabah di tingkat petani kini terus mengalami lonjakan harga dan berdampak pada harga beras di pasaran. Harga gabah di tingkat petani saat memasuki musim panen di sejumlah wilayah telah mencapai Rp 8.200.000 hingga Rp 8.300.000 per kw.
“Harga beras di tingkat penggilingan untuk kualitas medium plus telah mencapai Rp 13.600 per kg untuk beras medium biasa Rp 13.200 per kg, kalau di pasar dan jika pengambilan keuntungan tidak terlalu besar bisa diharga Rp 15.000 per kg,” ungkap Dedi.
Saat ini menurutnya harga gabah nyaris tidak bisa dikendalikan, kenaikan bisa terjadi setiap pekan atau bahkan bisa dua kali dalam sepekan terlebih jika Bulog terus melakukan penyerapan gabah milik petani. Hal ini berimbas terhadap kenaikan harga dipabrik
“Pengaruhnya sangat besar dengan adanya serapan gabah yanmg terus menerus oleh Bulog ke sawah – sawah ini, berbeda jika Bulog melakukan serapan gabah di petani seperti sebelumnya,” ungkap Dedi yang mengaku kini di pabriknya hanya memiliki stok 30 ton gabah karena sulitnya mendapatkan gabah.
Dedi sendiri belakangan ini mencari gabah ke wilayah Kota Banjar, Kabupaten Kuningan dan Cilacap, Jawa Tengah. Di wilayah tersebut harga gabah masih relatif rendah serta kualitas gabah juga lebih baik, baik dara airnya maupun gabah hampa yang lebih rendah.
“Kalau Bulog masih terus melakukan serapan gabah, harga bisa mencapai Rp 1.000.000 per kw seperti dua tahun kemarin. Lonjakannya tidak terkendali,” ungkap
Mahalnya harga beras dan sulitnya memperoleh gabah diakui juga salah seoran pedagang beras terbesar di Pasar Tradisional Sindangkasih, Eti. Menurutnya, kondisi tersebut diantaranya akibat masa panen yang tidak serempak.
“Sekarang di wilayah Kecamatan Cigasong saja ada yang sudah selesai masa panen, ada yang baru panen. Wilayah Jatitujuh malah belum sama sekali karena masa tanamnya lebih lambat, jadi dampaknya terhadap harga lumayan tinggi,” katanya.
Saat ini di pasar tradisional, harga beras medium kulitas I telah mencapai Rp 14.000 per kg, untuk kualitas II seharga Rp Rp 12.000 per kg dan premium kualitas II seharga Rp 17.000 per kg.
Dedi Koswara sendiri menyangsikan adanya beras premium di pasaran di Majalengka, karena menurutnya patahan beras hampir rata – rata sangat tinggi. Sedangkan beras premium kadar sosoh harus 100 %, kadar air 14 %, patahan dibawah 10 %.
“Pabrik saya saja dengan kondisi mesin secanggih ini hanya memproduksi medium plus, apalagi pabrik–pabrik kecil,” ungkapnya.
Naiknya harga beras dan gabah ini cukup menguntungkan para petani, namun sebaliknya konsumen mengeluh karena harga beras menyedot anggaran belanja lainnya.
“Yang penting sekarang beli beras, makan nasi, tidak mempertimbangkan kualitas beras kalau keluarga besar seperti saya dengan penghasilan yang pas – pasan mah,” kata seorang ibu rumah tangga.(Tat)