Ragam

Calon Sekda Ideal

KEKOSONGAN jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon setelah rotasi Hilmi Rivai ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menandai babak baru dalam dinamika birokrasi di bawah kepemimpinan Bupati Imron.

Meski hanya bersifat sementara, kekosongan ini menyisakan ruang refleksi penting, seperti apa sosok sekda yang dibutuhkan Cirebon hari ini dan ke depan?

Secara administratif, pengisian jabatan sekda memang mengikuti mekanisme normatif, melalui proses open bidding sebagaimana diatur oleh regulasi kepegawaian dan surat edaran Menpan RB.

Namun dalam praktiknya, pemilihan figur sekda bukanlah sekadar urusan administratif belaka. Ia adalah soal arah kepemimpinan birokrasi dan kualitas tata kelola pemerintahan yang akan berjalan lima tahun ke depan.
Sekda adalah motor utama pemerintahan daerah. Ia bukan hanya tangan kanan kepala daerah, tetapi juga pengendali roda organisasi yang membentang dari tingkat kabupaten hingga pelosok desa.

Oleh karena itu, figur yang dibutuhkan bukan semata memenuhi syarat umur dan golongan, melainkan memiliki kepemimpinan yang kuat, kemampuan manajerial yang teruji, serta rekam jejak dalam membangun sistem birokrasi yang adaptif, bersih, dan responsif terhadap publik.

Dalam konteks Kabupaten Cirebon hari ini, yang dihadapkan pada tantangan perbaikan layanan publik, reformasi perizinan, hingga penataan anggaran, sekda ideal bukanlah sosok kompromistis yang hanya mengakomodasi kepentingan politik jangka pendek.

Justru sebaliknya, ia harus menjadi penyeimbang strategis, berani menyuarakan profesionalisme, dan mampu menjadi penghubung efektif antara visi kepala daerah dengan kinerja jajaran ASN.

Tentu saja, keterlambatan dalam memulai proses open bidding untuk posisi strategis ini. patut menjadi catatan tersendiri.

Pemerintah Kabupaten Cirebon sebaiknya tidak larut dalam kalkulasi politik atau tarik-menarik internal yang justru menghambat kesinambungan administrasi. Semakin cepat proses ini dimulai, semakin baik pula bagi stabilitas pemerintahan dan pelayanan publik.

Momentum ini bisa menjadi titik balik untuk menghadirkan figur sekda yang tidak hanya mampu bekerja, tetapi juga membawa inspirasi dan pembaruan dalam tubuh birokrasi daerah.

Sudah saatnya, jabatan sekda tidak dilihat sebagai ‘pos strategis politik’, tetapi sebagai amanah profesional yang membutuhkan integritas, kompetensi, dan komitmen pelayanan.

Pemerintah, dalam hal ini Bupati, memegang kunci penting untuk membuka ruang seleksi yang benar-benar objektif dan terbuka.

Sementara publik dan media, memiliki peran strategis untuk mengawasi dan mengkritisi proses yang berjalan agar tidak menyimpang dari semangat reformasi birokrasi.

Dengan begitu, sekda yang terpilih nantinya bukan hanya produk dari prosedur administratif, melainkan representasi dari harapan masyarakat akan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan bermartabat.

Dalam memilih figur Sekda ke depan, penting pula untuk mempertimbangkan kapasitas kolaboratifnya. Seorang sekda yang efektif harus mampu menjembatani berbagai kepentingan, baik internal birokrasi maupun eksternal, tanpa kehilangan arah dan prinsip tata kelola yang baik.

Di tengah semakin kompleksnya tantangan pemerintahan daerah, dari urusan infrastruktur hingga pelayanan digital, kepemimpinan kolaboratif menjadi syarat mutlak. Figur yang hanya mengandalkan kedekatan politik atau loyalitas personal tanpa kompetensi manajerial akan kewalahan dan berpotensi menjadi beban, bukan solusi.

Selain itu, pengalaman dalam memimpin unit kerja lintas sektoral harus menjadi pertimbangan penting. Calon sekda yang pernah memimpin dinas strategis, mengelola proyek lintas instansi, atau memiliki portofolio dalam inovasi layanan publik patut mendapat perhatian.

Kabupaten Cirebon membutuhkan sekda yang tidak hanya memahami regulasi, tetapi juga memiliki kepekaan sosial serta kemampuan eksekusi kebijakan secara cepat, terukur, dan berdampak nyata bagi masyarakat.

Akhirnya, publik juga perlu diajak untuk aktif mengawal proses ini. Keterbukaan informasi, rekam jejak para calon, serta integritas panitia seleksi harus dijaga dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Dengan demikian, jabatan sekda benar-benar diisi oleh sosok terbaik dari yang baik, bukan sekadar kompromi birokrasi.***

Related Articles

Back to top button