Rotasi Pejabat dan Ujian Integritas

ROTASI pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon semestinya menjadi ajang penyegaran sekaligus pembuktian komitmen terhadap sistem meritokrasi. Namun, ketika langkah itu justru menyisakan lebih banyak tanya daripada kejelasan, maka publik patut kritis dan pemerintah perlu lebih transparan.
Pergantian Hilmy Riva’i dari jabatan sekretaris daerah (sekda) menjadi kepala DPMPTSP secara faktual memang tidak melanggar aturan. Jabatan tersebut sama-sama berada dalam kelompok Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama.
Namun secara esensial, publik menilai posisi sekda merupakan jabatan strategis tertinggi dalam struktur birokrasi daerah. Pengalihannya tentu wajar jika menimbulkan kesan penurunan, apalagi tidak diikuti penjelasan yang komprehensif mengenai alasan kinerjanya.
Lalu, keputusan mempertahankan kepala dinas pendidikan di tengah gelombang mutasi justru membuka ruang spekulasi. Ketika sebagian besar pejabat dirotasi dengan alasan penyegaran, mempertahankan satu nama tanpa argumentasi terbuka berpotensi mencederai prinsip keadilan birokrasi dan membuka ruang tafsir negatif. Yakni, adanya “jalur khusus”, “lobi pribadi”, atau “orang dekat kekuasaan”.
Pemkab Cirebon memang menyebut proses rotasi telah mendapat rekomendasi BKN dan Kemendagri. Tapi transparansi tak berhenti pada administratif semata, melainkan bagaimana alasan tiap mutasi dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat.
Jangan biarkan reformasi birokrasi hanya menjadi jargon. Rotasi besar ini harusnya dimaknai sebagai momentum memperkuat kepercayaan publik, bukan malah menyuburkan prasangka dan asumsi liar. Jika mutasi dilakukan demi kinerja, tunjukkan indikatornya.
Jika sekadar penyegaran, beri bukti bahwa “penyegaran” itu tidak hanya formalitas yang menguntungkan segelintir orang. Ke depan, Pemkab Cirebon dituntut memperjelas arah rotasi, membuka ruang partisipasi dan evaluasi yang objektif, serta menjaga integritas birokrasi dari jebakan kepentingan jangka pendek. Karena, birokrasi yang sehat hanya lahir dari keadilan sistem dan keterbukaan proses.***