Pesantren Bina Insan Mulia, Cetak Santri Jadi Pemimpin Global

kacenews.id-CIREBON-Tidak semua pesantren melahirkan hafiz dan ustad. Sebagian justru mencetak pemimpin masa depan yang berbicara dalam tiga bahasa dan diterima di kampus-kampus dunia.
Itulah yang sedang ditekuni oleh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, lembaga pendidikan yang menyandingkan nilai-nilai spiritual dengan orientasi global yang kuat.
Dalam acara Wisuda English Program Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan VIP Bina Insan Mulia 2, belum lama ini, 408 santri diwisuda dalam seremoni penuh inspirasi yang digelar di Saphire Ballroom, Aston Hotel & Convention Center tersebut.
Sekitar 1.200 hadirin, terdiri dari wali santri, civitas pesantren, dan tamu undangan, menyaksikan langsung prosesi yang sarat pesan perubahan.
Di atas panggung, KH. Imam Jazuli, pengasuh pesantren, menyampaikan pesan yang menggetarkan. Menurut dia, pesantrennya tidak cukup mencetak santri yang pintar, tapi juga jarus berhasil. “Saya tidak bangga pada santri yang hanya pintar. Karena pintar belum tentu berhasil,” ungkapnya.
Menurut Kiai Imam, keberhasilan santri bukan ditentukan oleh prestasi akademik semata, melainkan oleh visi hidup, daya juang, dan ketekunan spiritual.
Ia mencontohkan, santri dengan peringkat ke-25 di kelas pun bisa diterima di kampus luar negeri jika memiliki semangat dan arah yang jelas. “Anak ranking 25 kami kirim ke Australia. Anak peringkat 10 bisa masuk Universitas Al-Azhar. Bukan karena mereka anak tokoh, tapi karena mereka tahu ke mana ingin melangkah dan bekerja keras untuk itu,” ungkapnya.
Di antara lulusan Bina Insan Mulia, banyak yang kini melanjutkan studi di kampus-kampus internasional seperti Manouba University di Tunisia, tempat yang menggunakan tiga bahasa dalam aktivitas perkuliahannya yakni Arab, Inggris, dan Perancis.
Uniknya, mereka tidak selalu mengambil studi Islam, tetapi juga jurusan sains, politik, teknologi, dan hukum.
Kunci Dunia
Dalam sambutannya, Kiai Imam menekankan bahwa penguasaan bahasa Inggris adalah salah satu pilar utama yang membuka akses menuju dunia akademik global. Pesantren Bina Insan Mulia secara konsisten menargetkan seluruh santri untuk menguasai TOEFL atau IELTS.
“Bahasa Inggris bukan hanya pelajaran, tapi senjata global. Tanpa itu, santri tidak akan bisa masuk ke medan intelektual dunia,” tegasnya.
Dengan sistem pembinaan intensif yang terstruktur, Bina Insan Mulia menjadikan English Program bukan sekadar ekstra kurikuler, melainkan bagian dari strategi besar pendidikan pesantren berbasis global citizenship.
Keunikan lain dari Bina Insan Mulia adalah filosofi pendidikan yang disebut dua jalur kesuksesan.
Menurutnya, yang dimaksud jalur darat adalah kerja keras, belajar totalitas, dan penguasaan skill.
Sedangkan jalur langit, pendekatan spiritual melalui tirakat, puasa Senin-Kamis, dan salat tahajud.
Kombinasi keduanya diyakini sebagai fondasi lahirnya generasi yang bukan hanya pintar, tapi juga tangguh secara mental dan jernih dalam visi hidup.
“Banyak beasiswa dan tawaran kuliah ke luar negeri datang kepada santri kami dari arah yang tak disangka. Saya yakin, ini karena mereka belajar tidak hanya dengan kepala, tapi juga dengan hati,” tutur Kiai Imam.
Krisis Visi
Melihat kondisi Indonesia yang kaya sumber daya namun tertinggal secara pembangunan, Kiai Imam menilai bahwa bangsa ini sebenarnya tidak kekurangan orang pintar, tetapi krisis orang-orang yang punya visi dan integritas.
“Kita punya 70 juta pengangguran dan 194 juta masyarakat miskin. Ini bukan karena negara kita miskin, tapi karena krisis kepemimpinan,” ujarnya.
Karena itu, santri Bina Insan Mulia didorong untuk membidik posisi strategis di masa depan, sebagai anggota DPR, menteri, bupati, CEO, bahkan presiden. Bagi Kiai Imam, pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi pabrik pemimpin masa depan.
Acara wisuda yang berlangsung hingga pukul 23.00 itu menjadi lebih dari sekadar seremoni kelulusan. Ia berubah menjadi panggung pernyataan: bahwa dari ruang-ruang tafsir dan halaqah di pesantren, bisa lahir tokoh-tokoh dunia. “Saya ingin kalian menjadi arsitek peradaban, bukan sekadar penumpang sejarah,” pungkas Kiai Imam di akhir sambutannya, yang disambut gemuruh tepuk tangan hadirin.(Ismail/KC)