Jalan Pamengkang Rusak Parah, Warga Minta Pemda Segera Diperbaiki

kacenews.id-CIREBON-Derita jalan rusak di Desa Pamengkang Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, kembali mencuat. Tapi kali ini, bukan hanya soal aspal yang terkelupas dan lubang menganga, melainkan juga soal siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab dan mengapa selama bertahun-tahun, tak ada solusi yang nyata.
Kerusakan jalan yang membentang dari arah Taman Kanak-Kanak hingga Perumahan Keandra telah berlangsung lebih dari empat tahun, namun hingga kini belum ada tindakan signifikan dari pemerintah. Warga geram, media sosial menjadi pelampiasan.
Sebuah unggahan dari warga bernama Ugy Duasatu di grup Facebook lokal memantik percakapan panas. “Fokus ke jalan dari TK sampai Perumahan Keandra bagaimana ya?” tulisnya. Puluhan komentar menyusul. Mulai dari ajakan viralkan video ke publik figur, hingga sindiran keras terhadap kinerja pemerintah desa.
Akun bernama Mohja Atmosfer menyarankan agar warga merekam kondisi jalan rusak dan menandai tokoh nasional seperti Kang Dedi Mulyadi agar viral. Sementara, akun Aku Anak Desa mempertanyakan program kuwu selama empat tahun menjabat. “Menjabat empat tahun, apa saja programnya?” tulisnya tajam.
Di tengah derasnya kritik, Kepala Desa Pamengkang Kosasih alias Kuwu Ujang akhirnya angkat bicara. Ia mengaku memahami kemarahan warga, namun menjelaskan bahwa jalan yang dikeluhkan bukanlah jalan desa, melainkan jalan kabupaten yang menghubungkan Pamengkang dengan wilayah Kampung Kedungkerisik, Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon.
“Setiap tahun kami ajukan proposal perbaikan ke pemerintah kabupaten, bahkan kadang sampai dua kali setahun. Tapi memang belum ada realisasi sampai sekarang,” ujar Ujang saat ditemui di kantornya, Senin (30/6/2025).
Ia menyayangkan bahwa banyak warga yang belum memahami pembagian kewenangan dalam infrastruktur. “Jalan ini bukan tanggung jawab desa, tapi kabupaten. Sayangnya, yang diserang malah desa,” ujarnya.
Meski begitu, ia mengaku tak tinggal diam. Ujang terus berkomunikasi dengan DPRD Kabupaten Cirebon untuk mendorong percepatan perbaikan.
Ujang mengakui bahwa kerusakan jalan berdampak besar pada aktivitas masyarakat, terutama anak-anak sekolah, warga yang bekerja, dan akses perumahan. “Ini jalur utama. Kalau hujan deras, bisa licin dan rawan kecelakaan,” jelasnya.
Namun, ia juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menyampaikan aspirasi. Menurutnya, ruang digital seperti media sosial perlu dimanfaatkan secara konstruktif, bukan hanya untuk mencibir atau menyalahkan.
“Kami terbuka untuk berdialog. Silakan datang ke kantor desa kalau ingin tahu lebih banyak soal pengajuan jalan ini. Kami butuh suara warga, tapi juga perlu saling memahami proses,” katanya.
Kasus Pamengkang menjadi potret kecil dari masalah besar yang banyak terjadi di desa-desa lain di Indonesia: kurangnya literasi infrastruktur dan lemahnya komunikasi antar level pemerintahan. Sering kali, desa menjadi pihak yang dituntut oleh warganya, padahal kewenangan berada di level yang lebih tinggi.
Ujang berharap, dengan meningkatnya perhatian warga, pemerintah kabupaten bisa lebih serius menindaklanjuti pengajuan yang sudah bertahun-tahun diajukan.
“Kalau kami hanya mengeluh dan menyalahkan satu sama lain, jalan ini tidak akan pernah mulus. Yang bisa kita lakukan adalah terus menyuarakan, sambil tetap menjaga semangat kerja sama,” tutup Ujang.(Junaedi)