Dipicu Mekanisme Pembelian Gabah Bulog, Harga Beras Mulai Melambung

kacenews.id-MAJALENGKA-Harga beras premium di pasar tradisional di Majalengka mulai alami kenaikan, padahal petani di sejumlah wilayah sudah memasuki musim panen MT II, kenaikan harga beras ini seiring dengan naiknya harga gabah kering giling yang mencapai Rp 770.000 hingga Rp 780.000 per kw di tingkat petani.
Kenaikan harga beras tidak cukup signifikan hanya Rp 500 hingga Rp 750 per kg, namun kondisi ini cukup dikeluhkan ibu rumah tangga yang tidak memiliki sawah.
Harga beras di pasar tradisional untuk beras premium kualitas II harganya menjadi Rp 14.500 per kg dari harga Rp 14.000 per kg, untuk kualitas I harganya telah mencapai Rp 15.500 per kg hingga Rp 16.000 per kg, kenaikan tersebut sudah terjadi sejak hampir sepekan sedangkan kenaikan harga gabah sudah terjadi sejak menjelang hari raya Idul Adha.
Ika salah seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Majalengka Wetan menyebutkan, dengan jumlah anggota keluarga yang cukup banyak seperti dirinya kenaikan harga beras cukup membebanani terlebih dengan penghasilan yang tidak menentu.
Setiap harinya dia butuh beras hingga mencapai 2 kg dengan jumlah anggota keluarga mencapai 6 orang, karena beras mahal beras yang digunakannyapun adalah beras medium dengan harga Rp 13.500 per kg.
“Untuk beras saja sudah sangat besar, belum sayuran, dan kebutuhan lainnya,” ungkap dia.
Hal yang sama disampaikan Eni yang anggota keluarganya 4 orang, baginya dengan anggota keluarga kecilpun cukup berat karena penghasilannya pas – pasan suami yang bekerja serabutan demikian juga dengan dirinya.
Salah seorang pemilik penggilingan padi terbesar di Majalengka yang juga Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Majalengka, Dedi Koswara mengatakan, kenaikan harga gabah dan beras tersebut dipicu tingginya HPP gabah serta mekanisme pembelian gabah oleh Bulog yang langsung dilakukan ke petani dengan cara datang langsung sawah – sawah.
Selain itu Bulog membeli gabah petani dengan jumlah yang tidak terbatas hingga Bulog harus menyewa Gudang karena gabah yang dibelinya melebihi kapasitas gudang yang tersedia.
“Wajar jika harga beras sekarang terus melonjak. Dengan kenaikan harga gabah yang cukup tinggi petani memang sangat diuntungkan tapi disisi lain ibu rumah tangga yang tidak memiliki sawah ditambah dengan penghasilan yang pas – pasan pasti jadi beban yang cukup berat,” ungkap Dedi.
Naiknya harga gabah dan pembelian gabah yang dilakukan Bulog langsung datang ke sawah juga berpengaruh besar terhadap pemilik penggilingan gabah yang kalah bersaing. Akibatnya banyak penggilingan yang kesulitan memperoleh gabah, kalaupun ada gabah di petani harganya cukup mahal.
“Untuk membeli gabah dengan harga tinggi tentu butuh modal besar, sementara tidak semua pemilik penggilingan memiliki modal besar. Bagi yang kurang modal mereka tak mampu membeli gabah dalam jumlah banyak, wajar jika sekarang banyak penggilingan yang operasinya hanya beberapa hari saja dalam sebulan. Sebaliknya Bulog melakukan pembelian gabah dalam jumlah tidak terbatas dan langsung ke sawah, makanya pemilik penggilingan kalah bersaing,” ungkap Dedi.
Menurutnya, jika Bulog tidak merubah mekanisme pembelian gabah, akan lebih banyak pemilik penggilingan yang tutup karena kalah bersaing modal. Jika mungkin Bulog bisa merubah mekanisme pembelian gabah dengan tidak datang ke sawah – sawah tapi ke petani. Dengan begitu persaingan antara pemilik penggilingan dan Bulog bisa lebih sehat.
“Dengan naiknya HPP gabah dan Bulog membeli gabah langsung ke sawah, nilai positifnya harga gabah tetap terjaga, petani untung, namun konsumen lain ngoceak,” ungkap Dedi.(Tat)