Opini

Implementasi Penegakan Hukum bagi Pelaku Kejahatan Lingkungan Hidup

Oleh: Gunadi Rasta
Dosen Fakultas Hukum UGJ

Peristiwa longsornya areal galian C Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon-Jawa Barat pada akhir Mei 2025 yang menimbulkan banyak korban yakni 21 Orang dan 4 orang masih dalam pencaharian (RMOL.id tanggal 3 Juni 2025), menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana( BNPB) adalah merupakan kecelakaan kerja, bukan bencana alam, hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Data,informasi dan komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari(Kompas TV Jawa Barat,3 Juni 2025). Selanjutnya menurut Abdul Muhari,kawasan Gunung Kuda sudah rawan longsor, hanya terbantu adanya vegetasi di wilayah kawasan tersebut.
Kemudian dalam peristiwa tersebut Kepolresta Cirebon, KOmbes Pol Sumarni menetapkan 2 orang tersangka, yakni satu pemilik koperasi pondok pesantren Al Azariyah yang bertanggungjawab atas operasional tambang dan satunya kepala teknik tambang ( vide.detik News tanggal 2 Juni 2025).Aktivitas atas penambangan batu alam Gunung Kuda tersebut, menurut Kombes Pol Sumarni diduga mengabaikan surat larangan dan peringatan resmi dari Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon terkait kegiatan tambang illegal yang dilakukan tanpa persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
Akibat eksploitasi sumber daya alam(penambangan batu alam) tersebut, mengakibatkan tragedi yang menimbulkan banyak korban,tentunya pihak yang memiliki otoritas harus segera melakukan langkah-langkah antisipasi atas peristiwa tersebut,apalagi kemudian ternyata Gubernur Jawa Barat telah melakukan penutupan secara permanen terhadap galian tambang di kawasan Gunung Kuda Kabupaten Cirebon, tinggal bagaimana pihak yang memiliki otoritas tersebut menindaklanjutinya.
Aktivitas penambangan batu di Gunung Kuda sebenarnya sudah terdeteksi sejak tahun 2009 melalui pemantauan satelit, juga terlihat aktivitas penambangan di wilayah tersebut semakin intensif dilakukan pada tahun 2019-2024 (Kompas TV Jawa Barat 3 Juni 2025).
Tragedi penambangan batu Alam Gunung Kuda dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana kejahatan terhadap lingkungan hidup (sumber daya alam). Sebagaimana kita ketahui bahwa pengaturan atas tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dijelaskan oleh Barda Nawawi bahwa “Pengaturan tindak pidana yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup tersebar didalam peraturan perundang-undangan…”, pada tahun 1982 keluar UU No 4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup yang merupakan undang-undangiInduk atau undang-undang payung (dikenal dengan istilah kader Wet atau Umbrella Act) dibidang lingkungan hidup.Di mana dalam perkembangannya UU No.4 /1982 ini kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti oleh UU No.23/1997 tentang Lingkungan Hidup.Di samping undang-undang induk itu, ada pula perundang-undangan lingkungan sektoral yang diatur. (Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan,Kencana Prenada Media Group,Jakarta 2007).
Dalam konteks hukum lingkungan yang dimaksud, kerugian lingkungan adalah kerugian negara yang berakar pada konsep bahwa lingkungan hidup merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD’45 yang menyatakan: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dari bunyi pasal tersebut diatas mengandung makna bahwa Negara berdaulat atas sumber daya alam yang ada, di mana negara harus bertindak sebagai pengelola yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup demi kepentingan publik. Tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerusakan ataupun pencemaran baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan kerugian maka kerugian yang ditimbulkan tersebut merupakan kerugian negara disebabkan karena lingkungan adalah asset negara yang dikelola oleh negara berdasarkan kepada faham teori kedaulatan Negara (Public trust Doctrine).
Menurut teori kedaulatan negara sebagaimana diuraikan tersebut diatas adalah di mana negara bertindak sebagai pengelola atas sumber daya alam, oleh karenanya negara memiliki tanggungjawab untuk menjaga lingkungan hidup demi kepentingan publik.Sehingga apabila kemudian terjadi kerusakan atas lingkungan, maka kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan tersebut merupakan kerugian negara.
Tragedi tambang batu alam Gunung Kuda di Kabupaten Cirebon Jawa Barat tentu bukan merupakan peristiwa yang begitu saja terjadi,dan itu bukan merupakan bencana alam karena secara faktual yuridis ternyata disebabkan oleh adanya penambangan batu alam di Gunung Kuda yang sudah dilakukan sejak tahun 2009 yang secara intensif dilakukan sejak tahun 2019-2024, hal ini tentu tidak lepas dari banyaknya permintaan pasar akan batu alam, karena kualitas batu alam Cirebon memiliki keunggulan tersendiri.
Semakin banyak permintaan akan batu-batuan di pasaran tentu semakin massif dan mendorong tindakan penambangan illegal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, kondisi ini akan semakin memperparah kerusakan yang terjadi dan ancaman terhadap bahaya longsor semakin besar karena pemilik modal yang ada tentu hanya memikirkan profit oriented, tanpa berpikir bagaimana melestarikan lingkungan hidup,karena dengan semakin banyak permintaan pasar semakin besar juga profit yang akan didapat, dan secara factual ini bisa dilihat tahun 2019-2024 penambangan batu alam semakin intensif dan massif karena pada periode tahun tersebut bebatuan alam menjadi tren baik lokal maupun nasional bahkan internasional.
Penambangan batu alam yang dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama di wilayah Gunung Kuda, apalagi wilayah tersebut diduga rawan longsor tanpa adanya penambanganpun, sehingga sudah semestinya pihak yang memiliki otoritas segera menutup wilayah itu pada saat diketahui kondisi wilayah tersebut rawan longsor,apalagi periode tahun 2019- 2024 penambangan dilakukan begitu intensif.Penambangan batu alam dilakukan tanpa perhitungan adanya kemungkinan kerusakan lingkungan berupa longsor, yang penting menuai keuntungan tanpa memikirkan kerusakan ekosistem yang ada di wilayah tersebut.
Firman Allah( QS.Al-A’Raaf,56) yang artinya: “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepadanya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang yang berbuat baik.”
Kerusakan lingkungan akibat penambangan batu alam di Gunung Kuda yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada sehingga berakibat tragedy meninggalnya banyak orang tentu harus menjadi contoh bahwa ke depan, hal yang serupa jangan sampai terulang,oleh karena itu pihak yang memiliki otoritas pasca tragedi Gunung Kuda harus meningkatkan pengendalian lingkungan hidup dengan pendekatan partisipatif dengan melibatkan masyarakat setempat.Dengan pendekatan partisipatif di mana masyarakat setempat dilibatkan dalam pemulihan lingkungan maka masyarakat akan merasa memiliki dan bertanggungjawab atas lingkungannya.
Begitupun untuk lestarinya lingkungan hidup di areal Gunung Kuda pasca tragedi maka penegakan hukum atas lingkungan hidup harus dilakukan secara konsisten, sehingga menjadi kewajiban bagi pihak yang memiliki otoritas dalam melakukan penegakan hukum atas peristiwa Gunung Kuda akibat penambangan tersebut, sehingga penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya penegakan hukum administratif,karena apabila kita mengacu kepada teori kedaulatan Negara dalam tragedi Gunung Kuda tentunya negara sangat dirugikan, negara sebagai pengelolaan dan pemilik sumber daya alam dan dipergunakan untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat, bukan untuk sekelompok orang sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar khusus Pasal 33 ayat 3.
Kerusakan Kawasan Gunung Batu akibat penambangan illegal yang berakibat tragedi memilukan tentu harus ada komitmen bersama antara Pemerintah dengan masyarakat setempat karena pemulihan kawasan merupakan suatu kewajiban,sehingga perlu dibangunnya rasa kepedulian akan pentingnya menjaga alam yang merupakan anugerah ilahi, hal ini demi menjaga keseimbangan ekosistem serta warisan alam untuk kepentingan generasi mendatang, di samping itu perlun adanya edukasi bagi masyarakat setempat betapa pentingnya lingkungan alam bagi kehidupan yang berkelanjutan dan secara ekonomi perlu dilakukan alih profesi bagi masyarakat setempat agar tidak kembali melakukan penambangan di kawasan tersebut.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa pengaturan mengenai lingkungan hidup pada tahun 1982 telah diundangkan yakni Undang-undang No 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup di mana undang-undang ini merupakan kader Wet atau Umbrella Act di bidang lingkungan hidup.Di mana pasca reformasi, perundang-undangan di bidang lingkungan hidup pun mengalami reformasi untuk kepentingan kehidupan yang berkelanjutan, dibuatlah regulasi untuk mendukung hal tersebut yakni.Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(UUPPLH), Pasal 2 huruf b.”Prinsip pengelolaan lingkungan hidup adalah kedaulatan Negara”, Pasal 90 ayat 1. “Negara dapat menuntut ganti rugi terhadap pencemaran/ atau perusakan lingkungan yang merugikan Negara”, Undang-undang No.17 tahun 2008 tentang Keuangan Negara, Pasal 2 “ Lingkungan hidup yang menjadi milik negara dapat dianggap sebagai bagian dari kekayaan Negara”, Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. PP ini mengatur instrumen yang dapat digunakan negara untuk menilai dan memulihkan kerugian lingkungan,termasuk negara akibat kerusakan lingkungan, Putusan MK No 85/PUU-XI/2013 yang memutuskan bahwa sumber daya alam yang berada dalam pengelolaan negara adalah bagian dari aset negara yang memiliki nilai ekonomi dan lingkungan. Regulasi tersebut menjadi pijakan atau dasar hukum bagi instansi yang memiliki otoritas dalam penegakan hukum dalam menangani kejahatan lingkungan hidup baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum, tinggal bagaimana implementasinya.
Merestorasi kawasan Gunung Kuda pasca tragedi dengan mengembalikan fungsinya dengan cara memberikan kesadaran kepada masyarakat setempat akan pentingnya lingkungan hidup yang berkelanjutan, bukan hanya untuk kepentingan saat ini tetapi untuk kepentingan yang berkelanjutan,memberikan edukasi akan pentingnya melestarikan kehidupan alam sebagai warisan buat generasi mendatang dan pelatihan alih profesi bagi penduduk sekitar sehingga tidak kehilangan mata pencaharian. Penegakan hukum yang konsisten bagi pelaku yang merusak kelestarian lingkungan hidup sehingga hal tersebut dapat memberikan efek jera bagi mereka yang akan melakukan hal yang sama,dapat juga diterapkan recovery aset terhadap pelaku yang merusak sumber daya alam dan lingkungan hidup.***

Related Articles

Back to top button