Gagal Haji

KEGAGALAN 150 calon haji asal Kabupaten Cirebon untuk berangkat ke Tanah Suci tahun 2025 bukanlah akibat pembatalan sepihak dari pemerintah.
Fakta yang disampaikan oleh Kementerian Agama Kabupaten Cirebon menyebutkan bahwa para calon jemaah tersebut tidak menyelesaikan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) hingga batas waktu yang telah ditentukan.
Dengan sistem administrasi yang kini terintegrasi secara digital, keterlambatan tersebut secara otomatis menggugurkan hak keberangkatan.
Fenomena ini menggarisbawahi satu hal mendasar yakni kedisiplinan prosedural adalah cerminan kesiapan spiritual dan administratif dalam melaksanakan ibadah haji.
Peluang untuk menjadi tamu Allah bukan hanya tentang kemampuan membayar, tetapi juga tentang tanggung jawab menunaikan setiap tahap persiapan sesuai aturan.
Sebagai sebuah kewajiban suci, ibadah haji mensyaratkan kesiapan lahir dan batin. Namun, kesiapan ini tak dapat dilepaskan dari tanggung jawab administratif. Kementerian Agama telah menetapkan prosedur dan tenggat waktu yang jelas.
Ketidakpatuhan terhadap hal ini bukan hanya merugikan individu yang bersangkutan, tetapi juga menyia-nyiakan kesempatan yang seharusnya dapat diberikan kepada orang lain yang lebih siap.
Dalam konteks ini, peran Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) menjadi sangat penting. KBIH bukan sekadar fasilitator ibadah, tetapi juga harus aktif menjadi penghubung informasi dan pengingat disiplin administratif kepada jemaah.
Kegagalan edukasi akan berdampak pada hilangnya kesempatan dan menurunnya efisiensi penyelenggaraan haji.
Sementara itu, kebijakan pengisian kekosongan melalui kuota cadangan yang belum berjalan optimal juga patut menjadi perhatian.
Dari 446 nama dalam daftar cadangan, hanya sembilan yang berhasil menggantikan posisi kosong.
Evaluasi terhadap mekanisme verifikasi dan pemberitahuan perlu dilakukan agar kuota tidak terbuang sia-sia.
Kejadian ini harus menjadi pelajaran kolektif.
Pemerintah perlu memperkuat komunikasi, sistem pengingat, dan edukasi dini kepada calon jemaah. Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih proaktif dan bertanggung jawab.
Sebab, menjalankan ibadah haji bukan sekadar keberangkatan fisik, melainkan komitmen penuh terhadap proses, aturan, dan nilai-nilai yang menyertainya.
***