Hanayah dan Ubi Jalarnya, Menenun Harapan dari Kaki Gunung Ciremai

Oleh Ismail Marzuki-Kabar Cirebon
DI Desa Sembawa, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, desa yang diselimuti sejuknya udara pegunungan dan hijaunya lahan pertanian di kaki Gunung Ciremai, seorang perempuan bernama Hanayah menyalakan obor kecil harapan bagi masyarakat sekitarnya.
Lewat tangan dan semangat pantang menyerah, ia mengubah hasil bumi yang sederhana menjadi produk bernilai tinggi yang kini dikenal dengan merek Hana Gemblong.
Sudah lebih dari 15 tahun, Hanayah setia dengan pilihannya, mengolah ubi jalar menjadi camilan kreatif. Produknya tak sekadar menjadi sajian untuk lidah, tapi juga inspirasi bagi mereka yang pernah terpuruk dan ingin bangkit kembali.
Sejak 2009, Hanayah mulai bereksperimen dengan olahan ubi jalar. Dari awalnya hanya menjual gemblong ubi ungu, kini produk Hana Gemblong telah berkembang menjadi lebih dari 10 varian rasa. Seperti balado, cokelat, jengkol, udang, hingga sayuran dan kripik bayem.
Bahkan, ia juga memproduksi makanan berbahan dasar tepung ubi, aci, hingga gamyong, sejenis bihun lokal yang mulai banyak peminatnya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa dari sesuatu yang dianggap biasa seperti ubi jalar, bisa lahir sesuatu yang luar biasa,” ujar Hanayah, yang juga menjabat Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Sri Mandiri, belum lama ini.
Masa Pandemi
Perjalanan usahanya bukan tanpa aral. Pandemi Covid-19 menjadi masa-masa paling sulit dalam hidupnya. Pesanan sepi, toko oleh-oleh banyak yang tutup, dan produk yang sudah dikirim harus dikembalikan. Dalam dua tahun, ia mencatat kerugian hingga puluhan juta rupiah.
“Tahun 2020 kami rugi sekitar Rp70 juta. Tahun berikutnya juga turun hampir Rp20 juta. Sempat syok, tapi saya pikir kalau berhenti, kami akan runtuh. Maka, kami bangkit pelan-pelan,” kenangnya.
Keyakinannya untuk tetap bertahan membuahkan hasil. Tahun 2022, perlahan pesanan mulai datang kembali. Produknya mulai merambah ke berbagai pasar modern. Kini, produk Hana Gemblong telah masuk ke lebih dari 600 gerai Alfamart dan 800 gerai Indomaret di Jawa Barat.
Satu hal yang tidak pernah Hanayah lupakan adalah kerja sama dengan kelompok tani lokal. Ubi jalar yang ia olah berasal dari lahan pertanian yang dikelola oleh warga Desa Sembawa sendiri.
Pola yang digunakan bukan pasar terbuka, melainkan kontrak harga, petani mendapatkan harga tetap, tidak terpengaruh fluktuasi pasar.
Dapat Bantuan
“Kami ingin semua pihak untung. Jadi walau harga di pasaran turun, kami tetap beli dengan harga yang disepakati. Petani tenang, kami juga dapat bahan baku berkualitas,” jelasnya.
Dengan meningkatnya permintaan, Hanayah mulai kewalahan dengan proses produksi yang masih serba manual. Di sinilah peran Bank BRI mulai memberikan dampak besar.
Melalui program UMKM binaan BRI, Hanayah mendapat bantuan mesin hammer mill dan oven pengering senilai Rp147 juta pada 2022. Sebelumnya, ia juga menerima bantuan senilai Rp70 juta pada 2021.
“Awalnya, saya harus menumbuk ubi dengan tenaga sendiri. Sekarang lebih efisien. Produksi bisa ditingkatkan, dan hasilnya jauh lebih maksimal,” katanya.
Selain itu, BRI juga memberikan pelatihan, mulai dari teknik pengolahan, pengemasan yang layak ekspor, hingga pengelolaan bisnis berbasis digital. Kini, usahanya bisa memproduksi hingga 15 kuintal ubi jalar olahan per bulan, dengan rata-rata konsumsi bahan baku mencapai 60 kilogram per hari.
Sebagai pelaku UMKM yang memulai dari dapur sederhana, Hanayah kini menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Usahanya menyerap tenaga kerja, memberdayakan ibu-ibu desa, dan menjadi bukti bahwa jika diberi kesempatan dan dukungan, perempuan desa bisa menembus pasar nasional bahkan internasional.
Sosok Inspiratif
Kini, ia tak hanya dikenal sebagai pengusaha camilan, tapi juga sosok inspiratif yang membawa harapan bagi para pelaku usaha kecil di pedesaan.
Ia tak segan membagikan ilmunya kepada ibu-ibu lain yang ingin memulai usaha, dan selalu menekankan pentingnya kolaborasi, bukan persaingan.
“Kalau mau maju, jangan sendiri. Gandeng tetangga, gandeng petani, gandeng koperasi, gandeng BRI. Kalau jalan sendiri, akan berat. Tapi kalau bersama, Insya Allah bisa besar,” ujarnya.
Kisah Hanayah bukan sekadar cerita tentang usaha makanan ringan. Ia adalah gambaran nyata bahwa ketekunan, keberanian mengambil keputusan, dan dukungan dari institusi seperti BRI bisa melahirkan perubahan besar, bukan hanya bagi individu, tapi juga bagi seluruh komunitas desa.***