Menanti Tuah Wali Kota Cirebon

Oleh: Muhammad Kamaluddin
Warga Kota Cirebon
Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Kota Cirebon usai dilaksanakan. Dari empat pasang kontestan peserta pemilihan, muncul satu pasang pemenang yaitu Effendi Edo dan Siti Farida Rosmawati yang diusung oleh koalisi empat partai politik, yakni Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrat.
Berkenaan dengan hal tersebut, masyarakat Kota Cirebon dalam hal ini sebagai konstituen pemilih dalam Pilkada tentu saja secara sadar menerima kenyataan itu. Baik bagi pemilih pasangan yang dinyatakan sebagai pemenang oleh KPU Kota Cirebon, maupun juga pemilih pasangan yang tidak menang, keduanya harus lapang dada serta bergembira menerima hasil yang menyatakan bahwa Kota yang didiaminya kini memiliki sosok wali kota terpilih.
Di sisi lain, baik bagi pasangan pemenang (Edo-Farida) maupun yang kalah tentunya punya andil dalam konsolidasi serta koordinasi terkait program-program pembangunan Kota Cirebon ke depan. Masih banyak kiranya yang harus dikerjakan dalam merealisasikan apa-apa yang mereka usung dalam kampanyenya sebagai visi dan misi. Apalagi segala hal yang terkait dengan hajat hidup masyarakat Kota Cirebon kebanyakan.
Tercatat misalnya, baru saja di awal tahun 2025 ini beberapa wilayah Kota Cirebon dilanda banjir yang diakibatkan dari luapan sungai dan drainase yang tampaknya bermasalah. Saat volume curah hujan terbilang tinggi di atas rata-rata biasanya, air hujan yang mengalir tidak semuanya dapat ditampung oleh saluran yang ada, maka tidak heran kemudian terjadi banjir walaupun hanya beberapa saat saja.
Belum lagi dinamika persoalan sengketa tahta Kasultanan Kasepuhan Cirebon yang secara nyata juga menjadi wajah Kota Cirebon di mata daerah tetangga bahkan seluruh Indonesia. Dari aspek historis kebudayaan jauh sebelum masa kemerdekaan, Kasultanan Kasepuhan Cirebon merupakan titik tolak eksistensi Kota Cirebon jauh sebelum era kolonial. Meskipun mempunyai tata kelola secara mandiri, tidak dapat dipungkiri keberadaan Kasultanan Kasepuhan serta berbagai asetnya berada di wilayah administratif Kota Cirebon.
Tidak lupa pula juga yang kini menjadi perhatian bersama semua mata masyarakat Kota Cirebon adalah program pemerintah pusat yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG). Di mana program tersebut merupakan program unggulan Presiden terpilih Indonesia, Bapak Prabowo Subianto yang turut melibatkan semua sendi pemerintahan di bawahnya. Dalam hal ini pemerintahan di level provinsi, kota/kabupaten, kecamatan bahkan kesa/Kelurahan wajib seirama mendukung jalannya program unggulan Presiden dan wakilnya tersebut.
Jika sejenak melihat ke belakang, Kota Cirebon dapat secara lugas dan luas pada apa yang ditampilkan dalam sebuah film berjudul Sunan Gunung Jati. Film kolosal yang secara cakap diperankan oleh aktor lawas Abdurachman Saleh, Ricca Rahim, W.D. Mohtar, Advent Bangun, Pong Harjatmo dan kawan-kawan ini tersedia di platform youtube.com. Bagaimana dahulu kala di era awal tatar Cirebon berdiri ihwal kepemimpinan dan pembangunan ditampilkan secara imajiner.
Bukan hanya pada perkara aspek fisik tata kota tentunya, tetapi juga pada bagaimana tatanan kehidupan masyarakat dikelola. Totalitas serta kecakapan Sang Wali, Sunan Gunung Jati dalam memimpin Cirebon berbanding lurus dengan kemajuan hidup jiwa dan raga rakyat Cirebon di masa itu. Boleh saja jika film ini menjadi “vitamin” moral sekaligus intelektual bagi wali kota dan wakil kali Kota terpilih yang baru saja tempo hari dilantik.
Jika dihitung, terbilang tidak sedikit yang perlu terus menerus dibenahi oleh sosok wali kota dan wakil wali kota terpilih Kota Cirebon saat ini. Stadion Bima, pemukiman kawasan Pesisir, sarana prasarana jalan raya, dan lain sebagainya. Sinergitas antar sektor pemerintahan serta semua elemen masyarakat menjadi unsur penting yang mutlak dibutuhkan. Sinergitas tersebut sebagai pijakan bergerak bersama melakukan gebrakan-gebrakan pembangunan yang berkemajuan dan menyasar tepat kepada masyarakat secara lahir dan batinnya.
Diharapkan secara ideal nantinya, wali kota berikut para jajarannya tidak lagi terjebak pada rutinitas-rutinitas pelaksanaan program yang berorientasi pada penyerapan anggaran saja. Apalagi di era pemerintahan sekarang ini yang menerapkan kebijakan efisiensi anggaran. Tetapi juga bagaimana warga masyarakat Kota Cirebon dari berbagai lapisan dan golongan merasakan dampaknya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai pemilik mandat kekuasaan yang diemban wali kota, warga masyarakat Kota Cirebon tentu saja berhak menyampaikan aspirasinya secara terbuka kepada wali kota beserta jajarannya di sepanjang perjalanan kepemimpinannya.
Bahkan diharapkan, kinerja jajaran pemerintahan yang dipimpin oleh Wali Kota Cirebon terpilih ke depan nanti sanggup bersuara nyaring ke luar Kota Cirebon. Maksudnya, raihan-raihan kemajuan yang kelak ditorehkan dapat terdengar juga oleh warga di luar wilayah Kota Cirebon. Bahkan jika memadai, mereka juga dapat ikut merasakan berbagai capaian kemajuan tersebut saat sengaja datang melancong. Mereka, para wisatawan misalnya, bisa ikut mengaplikasi tampilan fasilitas-fasilitas umum Kota Cirebon yang memanjakan mereka di berbagai beranda ruang media sosialnya.
Pada gilirannya, baik mereka yang datang karena berniat anjangsana kepada sanak kerabat di Kota Cirebon, para pelancong wisata domestik, dan atau bahkan juga para wisatawan asing yang sengaja datang dari jauh dengan maksud menjelajahi Kota Cirebon seketika dapat dibuat terkesima. Yang terlihat dengan mata telanjang adalah hasil dari sentuhan kepemimpinan sebagai “tuah” Wali Kota Cirebon yang dapat diinderai hingga tersimpan baik di dalam benak memori. Wali Kota “Kota Wali” terpilih yang diidamkan ini niscaya menampilkan perubahan dari “before” ke “after”. Besar harapan, Kota Cirebon yang dibesut dengan tangan dinginnya dapat berubah lebih baik ke depan tentu saja daripada keadaan sebelumnya.
Di sisi lain, bukan tidak mungkin pada era menuju target SDG’s 2030 bahkan Indonesia Emas 2045 kini misalnya, Kota Cirebon mampu berkontribusi konkrit menjadi satu determinan strategis dalam pencapaiannya. Terlebih jika baik di level jajaran pemerintahan serta masyarakatnya secara sadar dan aktif mau dan mampu terlibat dalam usaha-usaha mencapai segala yang telah ditargetkan dalam visi dan misi wali kota terpilih. Tentu saja sebagai pelaku, bukan hanya sekedar menjadi penonton saja, Kota Cirebon dapat ikut unjuk peran dalam percaturan kemajuan di tingkat regional, nasional bahkan global.
Tentu saja hal di atas perlu kondisi yang stabil secara politik ke depannya. Meskipun bisa saja terbaca ada potensi manuver akrobatik dari para aktor politik yang cenderung kontra produktif dengan irama kerja para jajaran struktur pemerintahan nantinya. Jika memang itu terjadi, cukuplah Sang Wali Kota “Kota Wali” terpilih tetap istiqomah dan tawadhu berpihak pada hajat hidup masyarakat banyak. Sedemikian sehingga, dengan sendirinya merekapun siap memilih untuk melek (jengah) dengan beragam iming-iming serta siasat pecah belah para agen politik yang berpotensi menjadikan masyarakat sebagai alibinya.
Sebagai khotimah, mari mendoakan wali kota dan wakil wali kota terpilih untuk makin total melek (peka) dengan apa dan bagaimana seharusnya warga masyarakat Kota Cirebon disejahterakan dan disetarakan. Ke depannya, semoga saja predikat “Kota Wali” yang selama ini disandang oleh Cirebon diharapkan makin menampakkan “karomahnya”. Secara nyata, kepemimpinan yang memajukan dan memakmurkan dapat diemban dengan sadar dan sabar menyasar sekaligus menyisir seluruh elemen warga masyarakat Kota Cirebon tanpa terkecuali, wallahu’alam!