Miliki Potensi Sumber Daya Alam, Kabupaten Cirebon Berpeluang Jadi Lumbung Pangan Nasional

kacenews.id-CIREBON- Kabupaten Cirebon menegaskan kesiapannya mendukung program swasembada pangan nasional yang ditargetkan tercapai pada 2028.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, HR. Cakra Suseno, menyatakan bahwa dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki, daerah ini berpeluang besar menjadi salah satu lumbung pangan nasional.
“Potensi Kabupaten Cirebon sangat menjanjikan. Dengan lahan sawah yang luas dan dukungan dari sektor perkebunan, kami optimistis daerah ini bisa menjadi pilar penting dalam mewujudkan swasembada pangan,” katanya.
Meski optimistis, Cakra menyoroti tata kelola sumber daya air sebagai tantangan utama. Ia mengungkapkan bahwa banyak air dari dataran tinggi terbuang sia-sia ke laut karena kurangnya embung dan saluran irigasi yang memadai.
“Kita bicara swasembada pangan, tapi tanpa air yang cukup, itu hanya jadi wacana. Wilayah tengah dan timur Kabupaten Cirebon sering menghadapi kekurangan air, terutama saat musim tanam. Ini harus segera diatasi,” katanya.
Ia mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk memprioritaskan pembangunan embung dan perbaikan saluran irigasi, tidak hanya untuk pertanian tetapi juga sebagai solusi mengatasi banjir musiman.
Selain itu Cakra juga menyoroti kendala distribusi pupuk bersubsidi yang dinilai belum efektif. Ia mengusulkan agar distribusi pupuk berdasarkan luas lahan, bukan melalui sistem kartu tani.
“Sebagian besar petani di Kabupaten Cirebon adalah buruh tani yang menyewa lahan. Sistem distribusi pupuk berbasis luas lahan akan lebih adil dan efektif,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya modernisasi sektor pertanian melalui teknologi. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang menjadi ujung tombak di lapangan memerlukan dukungan fasilitas yang lebih baik untuk mendukung petani mengadopsi teknologi baru.
“Peran PPL sangat strategis, tetapi fasilitas pendukung yang mereka miliki masih jauh dari memadai. Kita harus meningkatkan kapasitas mereka agar program swasembada pangan berjalan optimal,” katanya.
Cakra menyampaikan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, petani, dan dinas terkait untuk mencapai target swasembada pangan pada 2028.
“Jika masalah air, pupuk, dan teknologi bisa diselesaikan, Kabupaten Cirebon siap menjadi lumbung pangan percontohan di Indonesia. Dengan kerja sama semua pihak, target ini bukan hal yang mustahil,” katanya.
Sementara itu, respon petani terhadap program swasembada pangan ini beragam. Kartosono, seorang petani penyewa lahan di Desa Danamulya, mengaku optimistis jika pemerintah memenuhi kebutuhan seperti air, pupuk bersubsidi, dan pengendalian hama.
“Setengah hektare sawah yang saya kelola bisa menghasilkan 3 ton padi per musim, asalkan kebutuhan dasar petani terpenuhi. Jika semua mendukung, swasembada pangan bukan hal yang mustahil,” ucapnya.
Berbeda dengan Nurhamad, petani lain yang merasa pesimistis dengan realisasi program ini. Ia menilai lahan produktif semakin berkurang akibat alih fungsi menjadi kawasan industri dan permukiman.
“Setiap tahun, lahan pertanian terus berkurang. Kalau tidak ada kebijakan tegas untuk melindungi lahan produktif, swasembada pangan sulit terwujud,” katanya.
Meski demikian, ia percaya program ini bisa berhasil jika pemerintah serius menangani masalah-masalah seperti distribusi pupuk, pengendalian hama, dan ketersediaan air.(Is)