Opini

Meluruskan Arah Pendidikan Indonesia dengan Menghidupkan UN

Oleh: Mutaqin
Pengamat Isu Hukum, Sosial dan Pendidikan

Ada kekhawatiran sedemikian kuat yang melanda dunia pendidikan tanah air yang kian hari semakin menjauh dari yang ditargetkan. Alih-alih menjadi langkah perbaikan dengan pendekatan berbeda melalui seperangkat kurikulum baru yang dianggap sebagai lompatan besar dengan menekankan pada kemerdekaan siswa dalam proses belajar sesuai minat dan bakat, yang terjadi justru siswa seolah tidak mendapatkan proses belajar yang idea, karena guru sebagai pendidik disibukkan oleh tugas-tugas administrasi yang tidak sedikit sehingga mengakibatkan banyaknya siswa yang bahkan tidak memahami pengetahuan-pengetahuan dasar. Yang lebih miris lagi meningkatnya temuan siswa sekolah menengah yang belum bisa baca tulis sebagai kemampuan paling dasar dan menjadi alarm bahwa dunia pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja.
Pendidikan sebagai salah satu bidang yang paling strategis dalam segi pemberdayaan suatu negara karena berhubungan langsung dengan upaya menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan terampil, seharusnya segala kebijakan yang ada di dalamnya diterapkan dengan kecermatan dan kajian yang mendalam, sehingga tidak terjadi lagi pengadposian suatu kurikulum dari negara maju gagal di terapkan di Indonesia karena tidak menimbang banyak aspek dalam konteks keadaan di dalam negeri baik dari infrastruktur, sumber daya tenaga pendidik, serta pola pemikir masyarakat selaku orang tua siswa serta faktor-faktor lain yang jauh keadaaannya dari negara maju seperti Finlandia misalnya.
Satu dari sekian banyaknya blunder yang terlanjur meninggalkan luka dalam tubuh sistem pendidikan Indonesia adalah penghapusan pelaksanaan UN yang pada akhirnya lebih dilihat sebagai kemunduran daripada terobosan. Penghapusan UN pertama kali dilakukan oleh Nadim Nakarim selaku kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan yang memang pada saat itu sedang terjadi pandemi Covid-19, namun sampai dengan berakhirnya masa pandemi sayangnya ketentuan tersebut tidak dicabut sampai dengan hari ini. Di samping itu mewujudkan keadilan dan mengurangi tekanan akademis bagi siswa merupakan alasan utama di balik penghapusan UN yang kemudian digantikan dengan jenis ujian yang dianggap lebih baik yaitu Assesment Nasional yang hanya berisi pengujian kemampuan numerasi dan literasi sehingga meskipun pandemi telah usai ketentuan penghapusan UN ini masih berlaku.
Ada harapan besar bahwa dengan bergantinya Menteri Pendidikan pasca pembentukan kabinet baru menjadi momentum tersendiri, agar adanya upaya pembenahan secara signifikan terhadap berbagai permasalahan dunia pendidikan dewasa ini, salah satunya adalah dengan menghidupkan kembali pelaksanaan UN. Harus diakui bahwa kekacaun yang terjadi sedikit banyaknya adalah dampak dari tidak adanya pelaksanaan UN sebagai standar capaian keberhasilan proses belajar, yang suka atau tidak alam pendidikan Indonesia masih sangat membutuhkan pendekatan dengan sistem ujian ini. Penghapusan UN bagaimana pun juga bukan merupakan loncatan namun lebih terlihat sebagai langkah tanpa perhitungan yang terukur dan terlalu memaksakan atas nama paradigma baru dunia pendidikan.
Argumentasi terkait perlu adanya paradigma baru yang meniadakan pelaksanaan UN sebagaimana yang diyakini oleh Nadim Nakarim yang sebelumnya merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dalam proses pendidikan di Indonesia, hanya akan memiliki relevansi ketika berbagai prasyarat yang ada terpenuhi di antaranya yakni tingginya tingkat kesadaran dan semangat para siswa, dan untuk mewujudkan ini memang memerlukan peran sentral dari orang tua siswa. Permasalahannya banyak orang tua siswa dengan masih kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka sehingga alfa untuk mengisi peran ini.
Di balik negara maju yang tidak menerapkan UN dalam sistem pendidikannya seperti Finlandia dengan predikat pendidikan nmor 1 di dunia, terdapat masyarakatnya sudah pada tingkatan kesadaran dan pemahaman yang mapan untuk mengambil peran secara aktif bahkan sebelum anak-anaknya masuk ke sekolah dengan rutin membacakan dongeng pengantar tidur yang menjadi stimulus bagi pengembangan imajinasi, daya pikir dan menanamkan budaya cinta baca secara langsung, sesuatu yang jauh keadaaan dengan masyaakat Indonesia.
Manfaat UN dalam konteks Indonesia dirasa masih sangat relevan sehingga perlu diterapkan kembali dalam rangka untuk menciptakan pendidikan yang berkemajuan. Pemberlakuan UN di sekolah-sekolah sebagai tahapan akhir dalam proses belajar di satuan pendidikan memiliki fungsi dan kegunaan dalam sistem pendidikan di Indonesia sebagai cara untuk melakukan mapping terkait tingkat keberhasilan proses belajar pada suatu daerah dan pada suatu tingkat pendidikan tertentu sehingga dari temuan ini akan dijadikan sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan capain belajar di masa yang akan dating. Di mana evaluasi ini bisa berbentuk misalnya mengatur sebaran guru berkompeten agar terciptanya proses belajar yang berkualitas secara merata, melengkapi sarana-prasarana pendukung maupun dalam bentuk lainnya berdasarkan hasil data yang diperoleh dari peksanaan UN ini.
Yang juga tidak kalah penting dari pelaksanaan UN ini adalah untuk menekan praktik pengkatrolan nilai yang belakangan marak dilakukan oleh sekolah yang membuat nilai raport para siswa yang sedemikian tinggi tidak sesuai dengan kenyataan mislanya seperti kasus pengkatrolan nilai yang sempat ramai diberitakan yang dilakukan oleh oknum sekolah di SMPN 19 Depok agar siswa-siswa yang bersangkutan dapat diterima di sekolah yang diinginkan sebagaimana yang dikutip dari viva.co.id (5 Agustus 2024), tercatat ada sekitar 51 siswa yang nilainya dimanipulasi agar bisa masuk SMA yang termasuk favorit. Dan besar kemungkinan kasus yang serupa banyak diterjadi di berbagai daerah yang menjadi fenomena gunung es selama berlakunya peniadaan UN.
Dengan adanya UN ini setidaknya dapat dijadikan cara untuk mengukur gap antara nilai yang diberikan sekolah dan nilai riil dari hasil UN apakah termasuk dalam batas wajar atau tidak yang mengarah pada praktik manipulasi nilai untuk tujuan tertentu yang tidak bisa dibenarkan. Kemudian dari sisi siswa, dengan adanya pelaksanaan UN sebagai satu tahapan yang harus dihadapi tentunya akan mendorong untuk semakin giat dalam belajar dan akan mengajarkan kepada siswa terkait dengan rasa tanggung jawab.
Memang betul bahwa pelaksanaan UN tidak lepas dari berbagai persoalan dan tidak luput juga dari praktik curang dari oknum sekolah nakal yang tidak jujur dalam pelaksanaan UN dengan membagi kunci jawaban saat UN kepada para siswa. Namun alasan yang demikian setelah melihat damfak signifikan penghapusannya yang tidak bisa disembunyikan dan semakin mengkhawatirkan maka sangat tidak sepadan. Sehingga menghidupkan penyelenggaraan UN sangat urgens sifatnya dalam rangka untuk meluruskan kembali arah pendidikan Indonesia.***

Back to top button